Singapura, 2001
Victor tak mampu mengingat apa yang terjadi pada dirinya usai melicinkan seporsi eclair di sebuah gerai kudapan perancis. Kini matanya berkedip-kedip untuk mengenali tempat di mana ia terbangun. Asing. Victor yakin ia belum pernah berada di tempat itu sebelumnya.
"Where the hell am I?!" Victor bergumam lirih. "What kind of place is this?"
Rempah-rempah beraroma berat tercium dari salah satu sudut ruang, menarik Victor bangkit dari sofa panjang tempatnya berbaring. Penasaran namun tetap waspada. Pandangan Victor berkelana sejenak. Karpet bermotif etnik Mediterania berwarna padu padan merah, gading, dan hitam terasa lembut di telapak kakinya. Di hadapannya terdapat sebuah meja kayu berpelitur yang dipenuhi tumpukan buku usang dan potongan-potongan lego berserakan. Masih di ruang yang sama, Victor bergerak mendekati guci-guci besar berlapis mosaik yang terpajang di lemari pajangan. Dari sana ia lanjut mengamati sederet lukisan tapestry peradaban Mesir kuno. Victor cukup yakin ia belum pernah melihat interior rumah seunik ini. Terakhir ia menghampiri jendela yang terbuka, berdiri di bawah buket-buket bunga kering yang tergantung dalam posisi terbalik pada besi gorden. Melalui jendela, matanya disuguhi pemandangan dari atas ketinggian.
Tempat tersebut nyatanya adalah sebuah flat.
Sesaat Victor hanyut memandangi lanskap perkotaan dari jendela yang ia sambangi hingga tak sadar dihampiri dari belakang. Sosok gadis balita yang baru saja menyenggol lengannya itu bergerak lincah ke arah sofa, menarik perhatiannya yang semula kembara.
"Mau main lego denganku?"
"Kau siapa?" tanya Victor tanpa sudi beranjak, ia hanya berbalik badan, menoleh, namun bergeming di tempatnya. "Dan—ini di mana?"
"Kau yang siapa?" Gadis balita berkepang dua itu malah balik bertanya sembari asik mengacak-acak lego di atas meja. "Ini rumah bibiku," lanjutnya sedikit sangar. Lebih tepatnya seperti anak kucing yang sedang marah karena lapar.
"Bibimu siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan Bibi Mina."
"Bibi Mina?"
"Well, well, buddy. Kau sudah bangun rupanya . . ."
Suara familiar terdengar, Victor baru saja menoleh ketika sebuah tangan mendarat dan sekilas mengacak rambutnya.
"Bibi Ana?"
"Bagaimana tidurmu?"
"Where am I? Bagaimana aku bisa berada di—"
"Mamaaa!"
Gadis balita itu menyalip pertanyaan Victor dengan berteriak dan berlari kencang menyongsong Bibi Ana. Victor mendengus pendek, berakhir diam mengamati. Sepertinya ia tak punya pilihan selain mencari sendiri jawaban atas pertanyaannya.
"Sayang, kenapa kau masih di sini? Ayo bergegas! Papa sudah nunggu kamu di depan pintu," cecar Bibi Ana pada gadis kecil yang hambur manja dalam pelukannya.
"Aku cuma mau ambil boneka-boneka legoku, Ma."
"Sudah kau ambil?"
"Sudah."
"Kalau begitu sekarang bergegaslah!"
"Kenapa mama tidak ikut? Aku mau mama ikut."
"Kan tadi mama sudah bilang, mama harus menemani Bibi Mina yang sedang tidak enak badan. Ayo! Papa sudah nunggu kamu dari tadi. Kalian bisa ketinggalan pesawat nanti."
"Mama janji ya ... akan menyusul aku dan papa ...."
"Janji, Sayang. Secepatnya mama akan menyusul kalian ke New Zealand."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starseed: Beyond The Celestial
Ciencia FicciónGenre: Sci-fi, Drama, Mystery Blurberry: Sebuah persaudaraan yang berkoloni di suatu tempat rahasia, mengirim dua utusannya (Leo dan Angel) untuk menyelamatkan hidup dua anak (Aurora dan Dany) yang sekarat akibat sebuah kecelakaan, sekaligus melakuk...