Cameron Highlands, 1994
Satu jam telah berlalu, Malina tak kunjung bisa tidur walau sudah memejamkan mata dan berbaring serileks mungkin. Usai mengantarkan teh adas manis untuk Victor yang rewel ke kamar Azura, ia putuskan untuk menenangkan diri ke kamarnya. Tidur siang sejenak. Namun tampaknya usahanya sia-sia saja, otaknya tak mau berhenti memikirkan banyak hal gila yang ia lalui hari ini.
"Sial! Lama-lama aku bisa gila."
Malina mengumpat sembari bangkit ke posisi duduk dengan gerakan cepat. Lantas beristighfar, tersadar bahwa Sang Pencipta tidak akan menguji seorang hamba di luar batas kemampuan. Selama ini Malina sudah melewati banyak cobaan luar biasa dan hal-hal ajaib dalam hidupnya, ia tidak boleh lemah hanya karena overthinking.
"Astaghfirullah . . ."
Malina mengusap dada. Kemudian tangannya naik dari wajah ke kepala untuk mengumpulkan helaian anak rambut yang lolos dari sanggulnya. Setelah tatanan sanggulnya ia rasa cukup rapi, ia pun meraih kerudung sifon yang tergeletak di nakas dan melilitkannya ke kepala. Tak lupa mengenakan kembali selendang wol sebelum bergegas keluar kamar. Malina kembali tergerak untuk membuktikan sesuatu.
Tentu saja, sesuatu yang gila.
Malina mengetahui satu hal yang pasti, Aurora bersama Vanzoden. Atau bisa pula bersama sosok yang disebut ayah oleh Azura. Persetan! Keduanya sama saja. Intinya Aurora berada di suatu tempat, entah di mana. Sebelum ajal menjemput, tekad Malina takkan pernah padam untuk mencari jejak keberadaan Aurora.
Bukannya merasa takut, api hasrat justru berkobar dalam dada Malina. Ia ingin bersua dengan sosok sakti yang telah direferensikan Azura. Malina ingin kembali mengorbit di hidup Aurora. Jika tidak bisa bertatap muka, paling tidak, sekedar bertukar kabar melalui perantara.
Malina yang belum stabil dengan fakta-fakta yang ia terima hari ini, melenggang santai meninggalkan mansion dan berkeliaran di perkebunan seorang diri. Kali ini langkahnya menyisir lebih jauh. Ke tapal batas perkebunan yang mentok oleh aliran sungai kecil dari pegunungan. Dari sana, Malina melanjutkan susur sungai beberapa ratus meter menuju jembatan kayu kecil yang menghubungkan dua wilayah, yakni area perkebunan dan lahan bebas perkampungan.
Menyebrangi jembatan yang biasa dilalui para pekerja pemetik teh, Malina pun sukses membawa sepasang kakinya menjejak tanah di luar perkebunan. Entah kegilaan macam apa yang kini menguasai wanita paruh baya itu hingga merasa perlu membuktikan kebenaran ucapan Azura. Ia harus yakin apakah semua yang ia dengar adalah fakta atau hanya bualan halusiatif Azura.
Meski tidak ia lugaskan, Malina berasumsi Azura mengalami semacam gangguan mental mengingat anomali tidur, trauma, dan fase-fase depresi yang telah dan sedang dilalui putri angkatnya tersebut. Malina sangat paham, meskipun bergelimang harta dan kemudahan, Azura mengemban kehidupan yang berat dari sisi psikologis.
"VANZODEN!" jerit Malina seperti orang gila di tengah petala pepohonan berbingkai semak liar di sekitarnya. "Di mana pun kau sekarang, keluarlah! Jangan jadi pengecut yang mengendap-endap masuk ke rumah orang! Ayo, Vanzoden! Tampakkan dirimu! Temui aku kalau kau cukup bernyali, Pengecut!"
Sesaat tak terdengar adanya tanggapan selain hening dan cericit suara burung yang merasa terganggu oleh kebisingan buatan Malina. Baru saja hendak berseru lantang menantang Vanzoden untuk kali kedua, sepintas ingatan muncul dalam benak Malina. Kala itu, di hari pernikahan Azura dan Rick, ia membuntuti Anastasia dan Jack yang berseteru nyaris saling bunuh di hutan lindung tak jauh dari area pesta. Malina ingat tentang sosok berkemampuan spesial yang Anastasia ungkit sebagai pelindung dan sponsor Jack. Sosok yang tak lain tak bukan adalah Vanzoden.
"Azura, Jack, Anastasia, Vanzoden ..."
Malina berusaha menyusun benang merah yang mengikat nama-nama yang ia sebutkan. Di saat yang sama tubuhnya berlutut dan menepuk tanah di hadapannya beberapa kali. Menirukan cara Jack yang sekarat usai diracun Anastasia, meminta pertolongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starseed: Beyond The Celestial
Bilim KurguGenre: Sci-fi, Drama, Mystery Blurberry: Sebuah persaudaraan yang berkoloni di suatu tempat rahasia, mengirim dua utusannya (Leo dan Angel) untuk menyelamatkan hidup dua anak (Aurora dan Dany) yang sekarat akibat sebuah kecelakaan, sekaligus melakuk...