Interlude Beyond

10 2 0
                                    

Langkah Angel tertahan di depan sebuah pintu  yang tak lain adalah pintu ruang rawat Aurora.

"Dokter Angel! Please follow me!"

Suara panggilan dan arahan dari Dokter Pandu Wijaya tak digubris oleh Angel. Melalui kaca tembus pandang di panel pintu, Angel mengintip ke dalam. Ia dapati Aurora sedang disuapi sarapan oleh sang ibu angkat, Malina Janssen. Perban masih melilit kepalanya yang cedera.

"Dokter Angel!"

Panggilan kedua masih tak digubris hingga sebuah tangan hinggap di pundaknya. Angel lantas menoleh ke arah Leo yang memberinya tatapan penuh makna.

"Aurora bisa menunggu. Kita harus menyelamatkan Dany sekarang. Keadaannya sudah kritis."

Angel mengangguk, mengamini ajakan Leo. Ia tarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan diri yang sesaat tak utuh.

"Ayo!" ajaknya sembari melangkah cepat, menyalip Leo untuk menjajari langkah Dokter Pandu yang tergesa-gesa.

Dipandu oleh Dokter Pandu yang menangani kedua anak angkat Janssen, Angel dan Leo tiba di ruang rawat intensif. Dany, bocah berumur delapan tahun itu terbaring di antara hidup dan mati. Ventilator pun telah dipasang. Sembari mendengarkan penjelasan Dokter Pandu tentang kondisi terkini Dany, Angel dan Leo melakukan pemeriksaan dengan alat-alat yang mereka bawa.

Kurang dari semenit, terdengar lenguhan berat dari Leo.

"Anak ini akan mengalami mati otak kurang dari satu jam dari sekarang," Leo menarik kesimpulannya.

"Sudah kuduga, Dokter Leo. Sejak kemarin respon yang diberikan Dany mengalami penurunan secara signifikan," Dokter Pandu menimpali, raut sedih bergelayut di parasnya.

Angel menggeleng tak percaya. Ia tidak bisa merelakan bocah itu mati begitu saja. Mempertahankan Dany adalah bagian dari misinya.

"Dia belum mati," Angel menolak kalah dengan membantah kenyataan yang ada. "Masih ada sedikit respon. Kita harus melakukan tindakan terakhir sebelum menyatakan kematiannya."

"Tindakan apa yang harus kita lakukan, Dokter Angel?" Dokter Pandu menatap Angel tak percaya. Seakan inisiatif tersebut terlalu gila untuk direalisasikan mengingat harapan yang Dany miliki hanya sekecil atom, bagai tak layak untuk diperjuangkan sama sekali. "Kerusakan pada otak Dany tidak bisa diperbaiki. Jika pun mukjizat terjadi, Dany bisa kembali, dia pasti akan cacat permanen."

"Aku tahu tentang itu, Dokter Pandu. Sekarang aku ingin berbicara dengan keluarga atau wali Dany. Aku akan membedah ulang kepala anak ini."

"Kita dikejar waktu, Angel."

"Trust me, Leo. He can make it. Lihat saja ritme napasnya belum berubah."

"Baiklah, mari kita coba!"

Dokter Pandu tak bisa berkata apa-apa selain membimbing kedua dokter tamu itu ke ruangannya. Pada perawat yang berlalu lalang ia meminta untuk dipanggilkan orangtua wali Dany, Malina dan Rosa. Sepuluh menit berlalu hingga kedua wanita itu tiba di ruang Dokter Pandu. Pada keduanya, Angel menjelaskan tentang kondisi Dany dan tindakan terakhir yang harus mereka lakukan.

Mendengar penjelasan Angel, kedua wanita itu menangis bersamaan dan hambur berpelukan. Rosa yang tampak lebih terkendali emosinya, bertanya pada Dokter Pandu apakah ia bisa meminjam telepon sebentar. Rosa harus menghubungi donatur yang membiayai pengobatan keluarga Janssen. Rosa merasa harus mengkonfirmasikan tentang pengeluaran yang diperlukan untuk prosedur tak terduga usulan Angel.

"Anda ingin menghubungi, Tuan Vanzoden, bukan?" Angel yang tak sabar mencekal niat Rosa. "Untuk biaya tidak usah dipikirkan, akan ditanggung olehnya. Dany tidak punya banyak waktu, dia menunggu kalian menandatangani surat persetujuan prosedur ini."

Starseed: Beyond The Celestial Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang