Jakarta 1966
Rosa kini bisa bernapas lega. Meskipun belum bertatap muka, setidaknya ia sudah mendengar suara sahabatnya dari kejauhan. Malina menjelaskan bahwa dirinya baik-baik saja, sedikit tersesat, dan butuh jemputan.
Nyaris tadinya Rosa hendak pergi untuk membuat laporan orang hilang, namun rongrongan Dany yang merengek minta ikut berhasil menghentikannya. Ketika Rosa berusaha memberi Dany pengertian, saat itu pula tak terduga telepon di meja kerjanya berbunyi. Malina menelepon. Jika bukan karena Dany, Rosa pasti sudah melewatkan telepon itu. Cepat-cepat Rosa menghubungi Adam usai telepon Malina berakhir. Ia berikan alamat rumah tempat Malina bersuaka pagi ini pada perwira itu.
"Aku akan ke sana menjemputnya. Kau tunggu saja di panti."
"Terima kasih banyak, Adam." Rosa mengangguk, bonus senyuman manis.
"Bagaimana keadaan Dany? Apa dia masih rewel?"
"Tadi dia sarapan bersamaku. Sekarang aku sedang berusaha membujuknya makan siang bersama anak-anak lainnya," Rosa menyahut antusias.
"Kalau begitu sampai jumpa nanti! Aku akan pergi sekarang."
"Semoga perjalanan kalian lancar. Titip sahabatku. Sampai jumpa!"
Rosa menutup telepon bersama Dany yang duduk di atas pangkuannya. Boneka kelinci abu-abu masih bertengger di dekapan lengan mungilnya.
Menurut penuturan Irma—mantan anak asuh mendiang Bu Susanti yang sudah berkeluarga dan sekarang bekerja sebagai juru masak di panti, kemarin Dany sempat dijahili beberapa anak dengan merebut boneka kelinci abu-abunya. Boneka hanya untuk anak perempuan, ejek kawanan itu pada Dany kecil yang lantas dipermainkan. Boneka itu lantas dilempar-lempar, berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Dany berusaha merebut kembali bonekanya hingga frustasi dan menangis. Setelah itu, Dany bertahan duduk di undakan tangga teras panti, menunggu kepulangan Rosa. Irma menemaninya sampai bocah itu tertidur dan menggendongnya kembali ke kamar.
Irma juga telah menertibkan anak-anak yang mengusili Dany, yang kompak mengatakan bahwa mereka tidak berniat mengganggu Dany sampai menangis. Hanya ingin bermain bersama. Sebab mereka melihat Dany hanya murung bersama boneka kelincinya. Tidak mau berbaur. Rosa menerima laporan Irma pada malam harinya setiba di panti. Ia berniat memberi konseling pada anak-anak namun masalah Malina masih membelenggu pikirannya. Ia lantas menunda niat itu, namun memulainya dari si kecil Dany.
"Dany, tadi sarapan sudah sama ibu, kan? Sekarang kita makan siang sama kakak-kakak ya."
"Aku nggak mau, Bu," jawab Dany dengan lafal yang jelas nan tegas. Kepalanya menggeleng comel. "Mereka nakal."
"Dany, kita semua di sini keluarga. Nanti ibu nasehati mereka ya, supaya nggak nakal lagi. Oke?"
"Oke. Tapi ibu harus janji."
"Janji? Nah, memangnya ibu harus janji apa?"
"Ibu harus temani aku makan dan jangan pergi-pergi lagi."
Tawa Rosa berderai, tak bisa menahan pesona imut bocah di pangkuannya. "Maafin ibu, Dany. Janjinya terlalu berat, ibu takut nggak bisa tepati."
"Jadi ibu nggak mau janji?"
"Kalau ada waktu, ibu pasti temani kamu makan. Tapi kalau ibu ada kesibukan, kamu harus makan sendiri. Jangan tunggu ibu! Juga, kalau ibu ada urusan di luar, maka ibu harus pergi. Ibu harap kamu ngerti ya, Dany."
"Kalau ibu pergi aku ikut. Aku mau ikut. Aku ikut ya, Bu."
"Tidak bisa, Sayang. Kalau ibu ajak kamu, nanti semua kakak-kakak kamu di sini juga mau ikut. Ibu harus adil, tidak boleh pilih kasih. Kalau ibu bawa kamu ke luar, maka ibu harus bawa yang lain juga. Bergiliran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starseed: Beyond The Celestial
Ciencia FicciónGenre: Sci-fi, Drama, Mystery Blurberry: Sebuah persaudaraan yang berkoloni di suatu tempat rahasia, mengirim dua utusannya (Leo dan Angel) untuk menyelamatkan hidup dua anak (Aurora dan Dany) yang sekarat akibat sebuah kecelakaan, sekaligus melakuk...