51. Plasma

12 3 0
                                    

Singapura 2002

Dalam satu hari, kehidupan Azura yang sempurna jungkir balik ke titik nadir.

Skandal perselingkuhannya terbongkar. Rick tidak terlalu bodoh ataupun terlalu buta untuk menyangkal kenyataan di balik kehadiran seorang manusia hina bersama sang istri tercinta di kamarnya, tempat di mana lelaki itu biasa menumpahkan kepenatan terhadap dunia. Rick memang tidak melihat secara langsung apa yang terjadi, tetapi ia tahu bahwa perselingkuhan itu nyata. Di kamarnya, demi Tuhan! Tak ada yang lebih sialan dan menjijikkan di dunia ini selain pengkhianatan yang Azura lakukan terhadapnya.

Rick nyaris kalap meledakkan kepala Jack dengan senapan andai saja ia tidak mendengar suara tangis ketakutan Alan. Ia tanggalkan senapan di lorong penghubung antar ruang sebelum menerobos masuk ke dalam kamarnya. Ia dapati Jack si bedebah bertelanjang dada meringisi luka tusuk menganga di salah satu pahanya. Azura tampak kacau dengan penampilan berantakan. Sementara putranya menyusut dalam lingkar lengan wanita yang melahirkannya, menangis ketakutan.

Mengesampingkan amarah, Rick memboyong Alan pergi setelah putranya itu berlari menghampirinya, lantas memeluknya sangat erat. Belum pernah Alan terlihat sebegitu takut. Rick tinggalkan Azura dan Jack tanpa ingin tahu apa yang akan mereka lakukan setelahnya. Tak ada yang perlu Rick lakukan selain menenangkan putranya. Sesuatu telah terjadi. Apapun itu Rick tak ingin sampai membekas pada Alan dalam bentuk trauma.

Rick membuka pintu kamar Alan dan menemukan Malina berdiri menghadang jalan masuk mereka. Sempat terkejut sesaat, Rick lantas acuh melintasi Malina seolah tak melihatnya sama sekali. Dari sorot mata Rick, Malina bisa melihat kemarahan yang tak terlampiaskan—mengendap dan bisa meledak kapan saja. Malina dengan bijak menahan dirinya untuk bersuara. Ia tahu, Rick telah mengetahui segalanya dan tidak butuh penjelasan apapun darinya.

"You're safe, Son. Nobody can't hurt you," suara serak Rick menguar sembari mengelus kepala Alan yang baru didudukkan di tepi tempat tidur. Rick berlutut di hadapan Alan, berusaha meyakinkan dan menguatkan mental putranya.

"Dia bilang akan membawaku pergi bersamanya," Alan menyahut terbata-bata di tengah isak tangis.

Malina refleks menutup separuh wajah dengan telapak tangan. Tak ingin Alan melihat reaksi terkejutnya.

Masih di hadapan Alan, Rick mendengus tak percaya, "Dia bilang apa?"

"Dia akan membawaku pergi bersamanya karena apa yang telah aku lakukan padanya."

"Dengar, Alan! Papa tidak akan membiarkan hal itu terjadi," Rick mendekap wajah pucat Alan. "Lupakan apa yang terjadi hari ini! Kau tidak bertemu siapapun. Kau tidak melihat apapun. Dan kau tidak melakukan apapun. Semuanya akan baik-baik saja. Paham?"

Alan mengangguk berat, mencoba menuruti afirmasi yang diberikan ayahnya.

"Alan, kau belum makan siang. Bagaimana kalau Grandma ambilkan makan siangmu ke sini?" Meski ragu-ragu, Malina akhirnya mencoba membantu Rick untuk mengalihkan perhatian Alan. Bocah itu mengangguk mengamini.

Dengan langkah cepat Malina bergegas ke dapur untuk mengambil makanan. Ia kembali dengan nampan berisi makanan. Rick masih berada di tempat yang sama namun kini duduk di lantai, tidak lagi berlutut. Malina mencoba tersenyum kepada Alan yang sudah tampak lebih tenang, kemudian duduk di sebelahnya.

"Kau mau Grandma suapi atau makan mau sendiri?"  Malina berhasil membuat Alan tersenyum tipis.

"Aku bisa makan sendiri."

"Baiklah, Tuan Muda tampan. Sekarang kau boleh makan di meja belajarmu."

Malina kemudian membawa nampan ke meja belajar Alan. Biasanya anak-anak Hudson dilarang makan di kamar mereka, hanya terkadang terdapat momen-momen pengecualian. Alan menyusul Malina ke meja belajar. Tak lama setelahnya, Rick pun bangkit dari lantai.

Starseed: Beyond The Celestial Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang