53. Telescope

11 3 1
                                    

AN. Menuju ending, ketikan terasa lebih berat. Padahal semuanya sudah lama terskema. Sigh. God knows how impatient I am to finish this story and rewrite Phobophile and Anastasis from the first again. Mohon doanya!

*

Singapura, 2002

Menjelang satu purnama dalam perawatan dan pengawasan penuh kasih sayang dari ibu angkatnya, kondisi mental Azura berangsur-angsur membaik. Kemampuan Azura dalam berkomunikasi dan berkonsentrasi sudah kembali, meski kebiasaan melamunnya masih sering datang dan pergi. Setidaknya, kehadiran Azura telah kembali mewarnai hari-hari anak-anak Hudson. Malina bersyukur bahwa Alan, Victor, dan bahkan Karenina dapat menerima alibinya tentang kondisi kesehatan ibu mereka.

Alibi Malina adalah bahwa mama mereka memiliki kelainan tidur yang menyebabkan penurunan daya ingat. Terapi isolasi sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kondisi mama mereka seperti sediakala. Malina berhasil membuat anak-anak Hudson menurut untuk tidak menanyakan atau melakukan hal-hal yang membuat mama mereka stres. Yang mengejutkan Malina, mereka bertiga dapat bekerja sama dengan baik demi kesembuhan mama mereka.

Hanya saja, Malina akhirnya bertemu dengan hari di mana ia mendengar sebuah keluhan.

"Grandma, aku menyadari satu hal yang pasti. Mama tidak lagi menatap mataku. Dia bahkan tidak melihat ke arahku sekarang, seolah-olah aku tidak ada."

"Sayang, mungkin itu hanya perasaanmu saja. Semua orang tahu kalau mamamu sangat menyayangimu."

"Yaah, kalau Grandma tidak percaya, pada makan malam nanti, siap-siap pasang mata!"

Malina tertegun setelah mendengarkan keluhan Alan. Ia juga tidak bisa mengabaikan penglihatannya setelah menyaksikan sendiri sikap Azura yang dingin dan kaku terhadap Alan sepanjang makan malam. Malam itu juga, setelah memastikan anak-anak Hudson masuk ke kamar mereka masing-masing, Malina menyelinap masuk ke kamar yang kini ditempati Azura seorang diri dan langsung menuju ke inti permasalahan. Ia tidak ingin bertele-tele dan akhirnya memberikan kesempatan kepada Azura untuk menunda jawabannya sampai keesokan hari. Azura sudah mengenakan piyama sutranya, pertanda ia akan segera tidur.

"Apa kau begitu malu pada putramu sampai kau tidak sanggup menatap matanya lagi?" Malina tidak bisa menyembunyikan nada tidak senangnya.

Azura sempat tercekat mendengar pertanyaan Malina, tetapi detik berikutnya ia kembali menguasai diri. Kini pengendalian diri Azura sudah membaik, dan sikap reaktifnya pun telah berkurang.

"Ya, aku memang tidak sanggup," Azura mengakui tanpa berusaha mengelak.

Malina bergegas duduk di samping Azura, di tepi ranjang. "Kau membuat Alan merasa kehilangan ibunya. Apa kau menyadari hal itu? Azura yang kukenal tidak selemah ini. Bahkan Alan jauh lebih kuat darimu. Lihatlah, dia memiliki keberanian untuk memulai kembali semuanya dari awal. Dia telah belajar untuk berdamai dengan apa yang terjadi hari itu. Dengar, Azura! Alan masih menatapmu dengan mata bayinya, dia memperhatikan gerak-gerikmu dengan seksama. Apakah adil baginya untuk diperlakukan seolah-olah keberadaannya tidak terlihat?"

Azura meringkuk untuk memeluk lututnya sekarang, dari posisi yang semula berselonjor. Ledakan emosi menyambar detik berikutnya. Ia terisak hingga tubuhnya berguncang hebat. Namun kali ini, Malina tidak memiliki keinginan untuk memeluk atau menghentikannya.

"Aku masih belum tahu bagaimana cara melanjutkan hidup setelah kejadian itu. Aku sangat malu, Ibu. Setiap kali aku melihatnya, aku ingat betapa hinanya diriku sebagai manusia. Alan seperti cermin yang menunjukkan dosa-dosaku. Ya, aku memang ibu yang sangat buruk. Aku memang tidak sanggup menatapnya lagi," oceh Azura terbata-bata di sela-sela tangisnya.

Starseed: Beyond The Celestial Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang