Jakarta, 1974
"Ibu! Ibuuuu!"
Suara jeritan kesal Aurora membahana bersamaan dengan derap langkah menghentak-hentak. Malina mengangkat pandangan dari potongan-potongan pola rajutan yang sedang ia kerjakan, menghadang lurus kedatangan sang putri yang kini telah berdiri di ambang pintu ruang keluarga dengan kedua tangan terkepal geram. Di balik kacamata berbingkai merah delima yang gadis itu kenakan, Malina bisa melihat sepasang mata sedang berkaca-kaca.
"Ada apa lagi?" tanya Malina sembari meletakkan benang dan jarum hakpen ke kotak penyimpanan. Lantas menepuk sofa di sebelahnya. "Sini! Duduk dan cerita sama ibu! Dany berulah lagi?"
Dengan mulut mengerucut menahan tangis, Aurora menurut duduk di sebelah Malina.
"Ibu harus melakukan sesuatu untuk menghentikan berandal itu!" tuntut gadis berusia tujuh tahun itu tanpa basa-basi. "Dia harus dihentikan, Bu! Harus!"
Malina menarik napas panjang sebelum satu tangannya naik memijat pelipis. "Dia memanah burung lagi?"
"Ya. Hari ini lima burung dara mati dipanah dia."
"Lima?" Diameter mata Malina turut membesar, tak bisa menyembunyikan rasa kejutnya.
Bersama Aurora, Malina beranjak ke dapur. Menghampiri bocah berusia sepuluh tahun yang sedang bersiul-siul sembari menyiangi bulu-bulu burung tangkapannya. Kedatangan Malina Dany sambut dengan senyum sumringah. Sementara ke arah Aurora, bocah itu menyeringai tak bersahabat.
"Hari ini aku yang masak makan malam untuk ibu ya," antusias Dany sebelum Malina buka suara memprotes perbuatannya. "Aku akan masak rendang burung dara yang sangat enak."
"Dany ..." Malina berusaha adil, tak ingin memadamkan antusiasme Dany ataupun mengabaikan protes Aurora. "Sebelumnya, ibu sangat berterimakasih atas niat baikmu ingin memasak makan malam untuk ibu. Tapi ini sudah berlebihan, Nak ...."
Alis Dany berkerut di tengah kesibukannya, "Berlebihan apanya? Bukankah ibu suka burung dara?"
Di balik punggung Malina, Aurora menirukan gelagat ingin muntah.
"Ya, ibu suka. Tapi tak perlu sesering ataupun sebanyak ini ...."
"Oh. Ibu tidak harus menghabiskan semuanya kok, Bu. Kali ini aku berniat membagikan hasil tangkapanku pada Bu Rosa dan Paman Adam juga. Sama seperti kita, mereka juga suka burung dara. Di sini cuma dia saja yang tidak suka."
Dany menunjukan Aurora dengan ujung pisau yang ia genggam.
"Aku suka, tapi bukan untuk dimakan. Aku lebih suka menjadikannya teman, peliharaan," geram Aurora. Suaranya bergetar menahan marah.
"Ya sudah, terserahmu. Aku nggak melarangmu memelihara apapun. Lantas, kenapa kau selalu merecoki kegemaranku?"
"Kau kejam! Ada banyak hewan lain yang bisa dimakan, bilang saja kau senang membunuh burung-burung malang itu dengan busur dan anak panahmu. Akui saja kekejamanmu!"
"Apa yang kulakukan namanya berburu, tak beda dengan nelayan yang menangkap ikan di lautan."
"Ikan di lautan jumlahnya sangat banyak, tidak sebanding dengan jumlah burung di angkasa."
"Bagaimana kau bisa tahu? Apa kau pernah menghitung jumlah ikan di laut? Jumlah burung di angkasa? Dan apa kau tahu kalau langit lebih luas dari lautan?" Dany memeletkan lidah sembari mengasah pisau di tangannya sebelum memotong tangkapannya menjadi dua bagian.
"Kau benar-benar berandal! Tak punya perasaan."
"Aku tidak peduli kau mau menyebutku apa. Lebih baik kau enyah dari sini! Kepalaku sakit mendengar ocehanmu."
![](https://img.wattpad.com/cover/323373140-288-k363736.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Starseed: Beyond The Celestial
Fiksi IlmiahGenre: Sci-fi, Drama, Mystery Blurberry: Sebuah persaudaraan yang berkoloni di suatu tempat rahasia, mengirim dua utusannya (Leo dan Angel) untuk menyelamatkan hidup dua anak (Aurora dan Dany) yang sekarat akibat sebuah kecelakaan, sekaligus melakuk...