"Siapa yang akan mati kali ini?"
SMANSA, sekolah ternama di kota ini telah membuat heboh Indonesia dengan berita kematian murid-muridnya. Kasus bunuh diri yang belum diketahui aparat penyebab utamanya terus terjadi dan menghiasi seluruh laman pember...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aca udah dijemput ayahnya, Ji. Dia masih takut. Pas gue barengin nunggu jemputan, dia sering terkejut gara-gara suara kecil."
Siapa yang engga syok siang-siang disapa Mbak Kunti? Tapi tenang aja, Ta, Aca pasti baik-baik aja dan besok udah cerewet seperti biasa. Jadi, lo juga harus berhenti khawatir, oke?
Abrita mengangguk walaupun lawan bicaranya tidak mungkin dapat melihat hal itu. "Lo sekarang di mana?"
Gue di perpus. Bang Janu sama Bang Sep udah di sini. Lo cepetan nyusul, ya.
"Iya," balas Abrita sebelum menutup teleponnya. Ia kemudian berbalik, kembali melewati gerbang sekolah menuju tempat yang Aji katakan, perpustakaan.
___________
"Gue ceritain lebih lengkapnya nanti. Aca udah ditandain jadi target. Nyawanya sekarang terancam. Kita berempat harus kerjasama nolongin Aca dan jangan biarin dia sendiri selama di sekolah," ucap Abrita sembari menatap satu per satu orang yang berada di depannya.
"Izin interupsi." Januar mengangkat tangan. "Gue kenapa ikutan? Perasaan gue nggak berguna di sini, mau ngasih kontribusi apa coba?"
"Jangan salah, Bang. Dari kasus Bang Bagas yang hampir kena pemotong rumput aja gue udah tahu lo bakal dibutuhin. Apalagi ini lo, nih!" Aji berujar seraya menunjuk lengan kekar Januar.
Dibutuhkan penyumbang tenaga untuk menyelesaikan masalah ini. Januar memiliki kekuatan fisik yang lumayan dalam hal berlari dan jelas sangat berbeda dengan Aji maupun Abrita, sehingga jika ada kejadian yang mengharuskan mereka mengejar waktu seperti tadi, Januar akan sangat bisa diandalkan. Belum lagi tenaganya yang besar, cukuplah sebagai syarat mendasar untuk menjadi bodyguard Aca.
"See? Bener kata gue, dia bakalan mati. Dan sama seperti omongan gue sebelumnya, gue nggak mau terlibat," tukas Septihan, tidak berusaha bersikap manis sedikit pun.
Aji menatap Septihan jengah. Si bungsu berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala, lelah dengan omong kosong abangnya. "Bang, lo sebenernya cuma takut Aca bakal pergi karena lo deketin dia. Seorang Septihan takut sama pikirannya sendiri. Dan hal itu nggak make sense sama sekali. Soalnya di sini, lo yang paling dibutuhin buat bantu Aca, Bang. Ketakutan itu ada karena lo selalu berusaha nyelesain semuanya sendiri. Jadi kalau nggak berhasil, lo akan nyalahin diri sendiri sampai Bang Januar taubat jadi playboy, alias selama-lamanya."
"Keren! Tumben banget lo bijak, Ji? Ada cewek lo ya makanya bisa jadi Setiaji Teguh?" Januar memberi tepuk tangan sambil menatap Aji bangga.
Lantaran jarang dipuji saudaranya sendiri, Aji tidak menyia-nyiakan kesempatan langka tersebut. Sambil bersikap sok malu-malu—yang dapat dilihat dari kebiasan cowok itu yang suka mengusap hidung ketika tersipu—Aji menyambar ucapan Januar.
"Haha, sebenarnya udah dari lama sih, Bang, tapi gue belum punya kesempatan buat nunjukin aja. Jangankan jadi Aji yang bijak, Aji jadi mantu idaman mak-mak SMANSA pun bisa kalau mau. Apalagi ka—aduh Ibun!" teriak Aji karena tulang keringnya ditendang.