Akhirnya, hari yang dinantikan Jeno pun tiba. Tanda tangan kontrak. Jeno terus mengulum senyuman sejak datang ke galerinya. Wajahnya yang berseri-seri lantas membuat karyawannya bingung. Tidak biasanya atasan mereka sebahagia ini.
Begitu Renjun dan Jisung tiba, karyawan galeri langsung mengarahkan mereka berdua ke kantor Jeno. Renjun melirik ke arah Jisung sejenak, sejujurnya ia masih meragukan keputusan ini. Namun kalau ia mundur, maka karirnya akan berada dalam bahaya.
"Selamat datang Renjun ssi, Jisung ssi," sapa Jeno dengan senyuman lebar sampai memperlihatkan barisan gigi putihnya yang rapi.
Renjun tak menunjukkan ekspresi yang berarti. Sedangkan Jisung tersenyum ramah seraya menyambut uluran tangan Jeno. Dan Renjun, seolah tidak menganggap kehadiran Jeno langsung menduduki salah satu kursi yang mengelilingi meja bundar.
Jeno melihat Renjun dengan sedikit kecewa, tapi ia tidak mempermasalahkannya dan mempersilakan Jisung untuk duduk.
"Sebenarnya kalian tidak perlu repot-repot datang kemari. Aku bisa pergi ke kantor agensimu untuk mengurus ini," Jeno membuka pembicaraan.
"Ah, di kantor kami sedang ada beberapa perbaikan jadi suasananya sedikit kurang nyaman. Lagipula kami penasaran dengan galeri seorang fotografer terkenal sepertimu Jeno ssi," ujar Jisung.
Jeno mengangguk mengerti. Kedua mata tajamnya kembali melirik Renjun yang malah asyik memandangi pemandangan luar dari jendela kaca di sisinya. "Bagiku, muse adalah inpirasi yang paling indah. Ia bisa membantuku menciptakan karya yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Karena setiap muse memiliki keunikan tersendiri."
Perlahan Renjun mengalihkan penglihatannya untuk menatap Jeno. "Kau berbicara seperti itu untuk membujukku kan? Mungkin sekarang kau ingin memanfaatkanku agar pameran tunggalmu sukses besar."
Jeno tertawa kecil. "Tidak kusangka ternyata kepercayaan dirimu tinggi juga."
"Karena kau bukanlah orang pertama yang memohon padaku untuk menjadikanku sebagai muse. Jadi aku sudah sering mendengar pujian kosong seperti yang kau katakan tadi dan aku..."
"Kau lemah, Renjun ssi. Kau begitu rapuh," potong Jeno menghentikan perkataan Renjun.
Sama seperti Renjun yang terkejut, Jisung juga ikut memandang Jeno dengan tatapan bertanya.
"Saat pertama kali aku melihatmu di premiere film Jaemin, aku mengakui bahwa aku terpesona denganmu. Kau cantik seperti berlian yang baru dipoles. Tapi kemarin, ketika kita bersama selama beberapa jam membuatku sadar bahwa kau menutupi kelemahanmu dengan sangat rapi. Sepeti kupu-kupu, indah namun rapuh."
Jantung Renjun tiba-tiba berdegup lebih cepat dari biasanya. Pipinya memanas dan rahangnya mengeras. "Kau tidak seharusnya berkata seperti itu padaku," lirih Renjun dengan suara bergetar.
"Kenapa? Karena itu sesuatu yang buruk? Menurutku tidak. Aku menyukai bagian dirimu yang rapuh. Kau terlihat paling cantik saat tidak berdaya."
Renjun kehabisan kata-kata. Tidak ada seorang pun yang bisa menemukan kelemahannya seperti Jeno. Bahkan Jisung, yang telah bersamanya selama beberapa tahun terakhir. Semua ketakutan, kesedihan, dan kerapuhannya seolah terpampang jelas di depan mata Jeno. Dirinya seperti ditelanjangi tanpa sadar.
"Kau tidak perlu berusaha menjadi indah saat menjadi muse-ku. Karena aku seorang memory keeper, aku melihat segalanya dengan apa adanya. Percayalah padaku, Renjun ssi."
Sekeras apa pun Renjun menyangkal dan membenci setiap kata yang diucapkan Jeno, namun ia juga merasakan sebersit perasaan aneh di dalam batinnya. Seperti, menemukan seorang pelindung?
🦋
"Sudah berapa lama kau kenal Renjun?" Tanya Jeno sambil menyuapkan sesendok yukaejang ke dalam mulutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
COLD BUTTERFLY | Noren
FanfictionLee Jeno telah menjalani profesi sebagai seorang fotografer sejak 10 tahun terakhir. Ia berniat menyelenggarakan sebuah pameran untuk memperingati 1 dekade karirnya. Dan Huang Renjun, penyanyi sekaligus model terkenal dengan kecantikannya memikat pe...