"Aku tidak mau tahu Jisung, pokoknya aku ingin melihat Jeno sekarang!" Berontak Renjun di dalam kamar perawatannya.
Setelah insiden penembakan itu, mobil polisi dan ambulans datang ke lokasi. Renjun tidak tahu siapa yang memanggil mereka, tapi menurutnya Jeno lah yang melakukannya sebelum laki-laki itu menyelamatkannya. Mereka berdua langsung dibawa ke rumah sakit dengan mobil ambulans yang berbeda. Luka-luka di wajah Renjun telah ditangani dengan baik namun kakinya mengalami cedera karena pukulan tongkat baseball berulang kali.
Sampai saat ini, Renjun masih belum tahu keadaan Jeno. Terakhir kali melihatnya, Jeno sudah tak sadarkan diri. Renjun terus berdoa di dalam hatinya agar Jeno berhasil diselamatkan. Demi Tuhan, ia tidak mau kehilangan Jeno sekarang.
"Kondisimu masih lemah hyung. Kau harus beristirahat dulu sampai pulih," tolak Jisung berusaha menghentikan Renjun untuk turun dari ranjang rumah sakit.
Renjun menggeleng kuat lalu memegang lengan Jisung dengan tatapan memelas. "Aku mohon Jisung, aku sangat khawatir pada Jeno. Dia sudah menyelamatkanku dan aku harus memastikan kalau Jeno baik-baik saja."
Jisung menghela napas pasrah. Kalau ia jadi Renjun, dirinya juga akan melakukan hal yang sama. "Baiklah hyung, tapi harus pakai kursi roda. Kakimu cedera dan kau tidak mau kan pincang selamanya?"
Anggukan diberikan Renjun sebagai jawaban. Ia pun turun dari ranjang dan Jisung membantunya untuk duduk di kursi roda. Setelah memastikan semuanya aman, Jisung mulai mendorong kursi roda itu menuju ruang ICU.
Renjun benar-benar tidak tenang. Perjalanan itu terasa sangat lama, Renjun ingin sesegera mungkin mengetahui bagaimana kondisi Jeno. Semoga dokter berhasil mengeluarkan peluru itu. Semoga kondisi Jeno tidak buruk. Dan semoga Jeno cepat membuka matanya kembali.
"Ma...Mark?" Panggil Renjun kala melihat Mark yang sedang duduk sambil menundukkan kepalanya.
Yang dipanggil langsung menoleh ke arah sumber suara. Tatapan matanya menunjukkan kesedihan mendalam. Perasaan Renjun tidak mengatakan sesuatu yang baik.
"Bagaimana keadaan Jeno?" Tanya Renjun takut.
Mark mengusap wajah lelahnya. "Operasinya berhasil tapi Jeno sempat kritis tadi. Peluru itu masuk terlalu dalam karena ditembakkan dari jarak yang cukup dekat. Sekarang dia masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Dokter akan memindahkannya ke ruang perawatan kalau kondisinya sudah stabil."
Renjun menutup mulutnya dengan air mata yang kembali berderai. Sakit sekali rasanya mendengar penjelasan Mark. Artinya, Jeno sedang dalam keadaan koma dan mereka tidak tahu kapan Jeno akan sadar. Renjun merasakan perasaan bersalah yang begitu besar. Harusnya ia yang berada di ruang ICU sekarang, bukan Jeno.
"Renjun, kita doakan yang terbaik ya. Aku sangat menyayangi Jeno. Kita semua tidak ingin ia pergi secepat ini," ujar Mark dengan suara bergetar.
"Ini semua salahku, Mark. Kenapa Jeno harus mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkanku? Padahal aku sudah sangat jahat padanya. Aku lebih pantas untuk mati."
"Tidak Renjun," Mark menggenggam tangan Renjun untuk memberinya kekuatan. "Jeno melakukan ini semua karena rasa cintanya padamu sudah terlalu dalam. Kau tidak tahu betapa hancurnya Jeno saat kau pergi dari hidupnya. Dia menyayangimu lebih dari apapun meskipun kau sangat membencinya. Dan aku tidak pernah melihat Jeno sebahagia itu kecuali saat bersamamu. Bagi Jeno, kau adalah dunianya."
Hati Renjun langsung mencelos. Bagaimana mungkin Jeno masih bersikeras untuk menyayanginya sementara ia sibuk membenci laki-laki itu? Jeno memiliki hati seluas samudra, sekarang Renjun merasa dirinya adalah sosok antagonis paling bengis yang pernah ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD BUTTERFLY | Noren
FanfictionLee Jeno telah menjalani profesi sebagai seorang fotografer sejak 10 tahun terakhir. Ia berniat menyelenggarakan sebuah pameran untuk memperingati 1 dekade karirnya. Dan Huang Renjun, penyanyi sekaligus model terkenal dengan kecantikannya memikat pe...