Tubuh lemah itu terkulai lemas, tak berdaya. Kedua matanya tertutup dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Bibirnya terbuka, namun tak memiliki kekuatan untuk mengeluarkan sepatah kata.
Kemudian sebuah suara terdengar tepat di telinganya, "Kau sangat cantik..."
"TIDAKKK!" Teriak Renjun sambil membuka matanya lebar-lebar. Dadanya terasa sesak dan napasnya seolah tercekat. Sambil merangkak ia menuruni tempat tidur untuk mencari botol obat yang ia simpan di laci. Beruntung, obat itu ada di sana sehingga Renjun tidak harus mati kehabisan napas.
Mimpi buruk itu datang lagi...
Renjun mendudukkan diri di atas lantai kayu di rumahnya sambil bersandar ke meja kecil samping tempat tidur. Perlahan ia mengatur napasnya agar kembali normal. Pandangannya masih kabur seiring dengan air mata yang belum mengering.
Bahkan, tidak pernah kering.
Semua yang ia sembunyikan memang berat. Beberapa kali Renjun merasa tidak kuat lagi, tubuhnya terlalu ringkih untuk menyimpan luka selama bertahun-tahun.
Jujur saja, Renjun bekerja terlalu keras selama ini hanya untuk melupakan beban itu. Karena ketika ia sendirian dan tidak melakukan apa-apa, bayangan kelam itu langsung menyergapnya, mengekangnya terlalu kuat hingga ia kesulitan untuk bernapas.
Mungkin, suatu saat bisa membunuhnya tanpa ia sadari.
Dan semalam seolah menjadi malam yang paling ia takuti seumur hidup. Pria itu, tanpa rasa bersalah datang lagi seperti dewa kegelapan yang siap untuk menyiksanya. Renjun tak pernah melupakan satu inci pun detail wajahnya. Sepasang mata tajam yang mengerikan dan suara bariton yang membuat bulu romanya berdiri. Renjun tidak pernah salah mengenali seseorang, apalagi orang yang telah memberikan rasa trauma di dalam dirinya.
Mungkin Tuhan sedang menghukumnya, atau membencinya. Atau, ia memang ditakdirkan untuk mati di tangan pria itu.
Drrrt... drrtt...
Renjun menolehkan kepalanya ke atas tempat tidur di mana ponselnya berada. Dengan sekuat tenaga ia meraih benda itu dan mendapati sebuah pesan dari Park Jisung, managernya.
-Jangan lupa hari ini ada pemotretan jam 11 ok? Dan sebaiknya hyung makan sesuatu aku tidak mau melihat tubuh kurusmu semakin menyusut. I love you hyung!
Akhirnya seulas senyuman tipis muncul di wajah Renjun. Satu hal yang paling disyukurinya dalam hidup yang menyedihkan ini adalah memiliki seseorang seperti Jisung. Park Jisung, yang lebih muda 4 tahun darinya dan sudah ia anggap sebagai adik sendiri.
Renjun masih ingat bagaimana pertemuan pertama dengan Jisung 2 tahun yang lalu. Saat itu ia masih menjadi penyanyi yang baru debut, bahkan namanya belum seterkenal sekarang. Tiba-tiba seorang anak laki-laki dengan wajah lusuh dan kurus mendatanginya begitu Renjun menyelesaikan pekerjaannya hari itu.
Tentu saja Renjun terkejut karena sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan Jisung. Tapi saat Jisung menyebut nama kakak perempuannya yang ternyata mantan pacar Renjun saat masih bersekolah, Renjun akhirnya mau berbicara dengan Jisung.
Singkat cerita Jisung menceritakan kisah pilu keluarganya yang mengalami kecelakaan mobil dan hanya ia satu-satunya yang selamat. Jisung juga mengaku tidak ingin mengemis pada Renjun, tapi hanya Renjun lah yang bisa ia harapkan karena kakaknya sering menceritakan tentangnya. Alhasil, Renjun menjadikan Jisung sebagai manager hingga sekarang.
"Hah, aku harus bangkit. Aku tidak boleh tenggelam dalam masa lalu sialan itu," gumam Renjun kemudian bangkit dan berjalan ke kamar mandi.
Renjun berharap jika semalam adalah terakhir kalinya ia melihat wajah seorang Lee Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD BUTTERFLY | Noren
FanfictionLee Jeno telah menjalani profesi sebagai seorang fotografer sejak 10 tahun terakhir. Ia berniat menyelenggarakan sebuah pameran untuk memperingati 1 dekade karirnya. Dan Huang Renjun, penyanyi sekaligus model terkenal dengan kecantikannya memikat pe...