chapter 1

1.2K 72 2
                                    

Jayendra tak pernah menyangka jika adiknya akan pergi secepat ini, benar-benar tak ada pelukan atau bahkan beberapa kata perpisahan.

Hatinya begitu remuk sekarang. apalagi ketika diberitahu jika Arsa, Adik satu-satunya itu meninggal setelah jatuh dari lantai lima bangunan sekolahnya. Setelah disediki penyebabnya, polisi mengungkap jika Arsa bunuh diri. Tak ada saksi yang melihat Arsa di sana saat itu, karena memang semua siswa-siswi sudah pulang. Penjaga sekolahnya pun berjaga di pos.

Polisi dapat membuat kesimpulan seperti itu juga karena beberapa teman sekolahnya mengatakan, Jika terkadang mereka mendapati Arsa datang ke sekolah dengan tubuh yang penuh luka. Mereka pikir Arsa sering melukai dirinya sendiri.

Ketika ditanya pun Arsa tak pernah menjawabnya dengan serius, dia selalu menjawab jika dirinya jatuh dari sepeda, tertabrak dan puluhan alasan lainnya. Dari sana Arsa jadi dicap anak aneh di sekolahnya, wali kelasnya yang khawatir pun membicarakan hal ini pada orang tua Arsa sekaligus Jayendra. Memang setelah itu tak terdapat luka baru lagi di tubuh Arsa.

Melalui cctv para tim penyelidik polisi juga melihat Arsa kembali datang ke sekolah sendirian, setengah jam sebelum kejadian itu terjadi. Arsa berjalan menuju tangga lantai lima. Namun cctv di lantai itu memang sudah dari tiga bulan lalu rusak dan belum diganti. Jadi polisi tidak bisa menemukan bukti lain.

Penjaga sekolah juga tak mengetahui jika Arsa datang kembali ke sekolah karena beliau tertidur di pos. tahu-tahu dia terbangun karena mendengar seperti suara benda jatuh yang cukup keras dan ketika datang untuk meninjaunya, Arsa sudah tergeletak ditanah dengan darah yang mengalir tak terhentikan dari kepalanya.

Fisik Arsa memang sudah tak ada yang menyakiti lagi, tapi sepertinya jiwanya masih terguncang sehingga memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Jayendra benar-benar merasa buruk, dia tentu sadar jika dirinya bukan kakak yang baik untuk Arsa.

Dari usia sepuluh tahun Arsa dan Jayendra memang tidak tinggal bersama, orang tuanya bercerai. Jayendra dibawa oleh Ayahnya sedangkan Arsa tetap tinggal bersama Ibunya. Rumah mereka cukup jauh sehingga Jayendra dan Arsa tak bisa bertemu setiap hari dan hanya berkomunikasi lewat ponsel.

Ketika mereka sudah masuk SMA, hubungan mereka mulai renggang karena sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Terutama Jayendra, dia begitu aktif di sekolahnya, dia sudah dilantik menjadi anggota Osis dan ikut klub basket di sekolahnya.

Arsa dan Jayendra memang disekolahkan ditempat berbeda, biasanya setiap minggu mereka selalu menyempatkan diri untuk bertemu namun satu bulan terakhir mereka benar-benar tak pernah saling menghubungi satu sama lain.

Pada akhirnya Jayendra  malah diberitahu soal berita duka tentang kematian Arsa.

Soal Arsa yang beberapa kali didapati datang kesekolah dengan luka-luka dibadannya pun Jayendra tak tahu. Saking marahnya, Jayendra juga sempat tak sengaja memarahi Ibunya yang menurutnya tidak menjaga Arsa dengan baik. Karena emosinya benar-benar tak bisa ditahan lagi.

Itu terbukti karena Ibunya terlalu sibuk bekerja, ya tentu saja untuk membiayai kehidupannya dengan Arsa, uang yang Ayah mereka kirim untuk Arsa memang tak bisa menjamin akan memenuhi kebutuhan mereka dalam sebulan. Jadi Ibunya benar-benar bekerja keras untuk hidup enak bersama Arsa.

Jayendra dan kedua orang tuanya benar-benar terpukul dengan kepergian Arsa. Kehidupan Jayendra lebih kacau dari sebelumnya.

"Ndra, ayo pulang." Ujar Nanda, sahabat Jayendra dari kelas dua SMP.

Pemuda itu mencoba menarik tangan Jayendra untuk membantunya bangkit dari duduknya. Pasalnya sudah hampir sepuluh jam lelaki itu duduk samping batu nisan Arsa. Bahkan sekarang, hari sudah masuk waktu magrib. Nanda yang diam-diam menemani Jayendra disana, merasa merinding sendiri karena terpikir dia harus menemani Jayendra sampai malam.

Tapi Nanda meminta Jayendra untuk pulang bersamanya bukan karena takut, tapi karena khawatir dengan temannya itu. Dia belum makan seharian ini karena yang dilakukannya hanya menangisi Arsa yang sudah meninggal tiga hari lalu.

"Gue pengen nemenin Arsa." Ujar Jayendra. Dengan suaranya yang terlampau parau dan pelan. Tapi untungnya Nanda masih bisa mendengarnya.

"Iya tahu,  tapi gak kayak gini caranya. Kita temenin dia pake doa. Arsa bakalan sedih kalo ngeliat lo gini. Pulang dulu, besok kita bisa datang kesini lagi."

Setelah dibujuk, Jayendra menyutujuinya namun hatinya tetap merasa berat. Ia ingin terus bersama Arsa, tak peduli jika harus bermalam disini.

Jayendra terus mengatakan seandainya, seandainya dan seandainya. Jika bisa Jayendra ingin memutar waktu kembali, ia ingin menyelamatkan adiknya dari kesedihan yang membuatnya memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Jayendra juga merasa ingin menyiksa dirinya sendiri karena bisa-bisanya ia tak memperdulikan keadaan Arsa waktu itu.

Arsa yang selalu berpikir positif dan terbuka pada siapapun membuat Jayendra sendiri tak terlalu menghkawatirkannya. Jayendra pikir ia sudah tahu semua tentangnya, setiap permasalahannya, tapi ternyata Arsa tetap menutupi sesuatu darinya.

Jika saja Jayendra benar-benar bisa kembali ke masa lalu, ia ingin menebus kelalaiannya dalam menjaga Arsa.

Jayendra mencoba bangkit dari duduknya, namun terhuyung karena kepalanya pusing dan tubuhnya yang terasa lemas. Cepat-cepat Nanda membantunya berdiri. Nanda mulai mencibir, Jayendra lemas seperti ini pasti gara-gara belum makan apapun.

Nanda mencoba untuk membantu Jayendra melangkah pelan-pelan, namun tak lama pandangan pemuda berusia tujuh belas tahun itu menggelap, dia pingsan disana.

***

Second chance | Jenric AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang