Chapter 7

403 34 1
                                    

Keesokan harinya Jayendra berdiri di lapangan sekolah, Menghadap tiang bendera sembari memberi hormat pada bendera yag berkibar dilangit. Tentunya bersama Nanda.

Setelah upacara mereka tak langsung pergi ke kelas seperti siswa-siswi yang lainnya, namun mereka disuruh berdiri di tempat sembari memberi hormat pada bendera sebagai hukuman karena hari sabtu kemarin bolos sekolah.

Jayendra yang tadinya berdiri di belakang Nanda maju dan ikut berdiri di samping temannya. Tangannya masih tak turun dari kepalanya, " jadi lo kemarin sengaja nyamperin Saka?" Tanya Jayendra.

Nanda menoleh pada Jayendra dengan matanya yang menyipit, silau karena adanya sinar matahari. "Gak sengaja sih. Tapi waktu itu dia lagi kerja kelompok di rumah tetangga gue. Ngliat dia lagi nyantai ya gue ajak ngobrol."

"Tapi tetep thank you bro.  Kemarin Saka nelpon dan bilang kalo Arsa suka didatengin sama tiga orang. Dan pokoknya orang itu bikin adek gue gak nyaman." Jelas Jayendra.

"Iya emang, Saka kemarin cerita. Ada tiga siswa sekolahnya yang sebulan terakhir ini suka ngajak ngobrol dia. Mereka populer gitu. Gak tahu kenal darimana, Arsa tiba-tiba diajak kemana-mana sama mereka. Katanya sih gitu."

Nanda melirik arlojinya, beberapa menit lagi hukuman ini akan selesai. Terik matahari benar-benar menyiksa kulitnya. Sebenarnya tak banyak yang diceritana Saka. Hanya beberapa point yang menurutnya mencurigakan.

"Yang satu namanya Bara, dia anak klub Basket di sekolahnya. Dia kakak kelasnya Arsa sama Saka. Terus  Reyan, cucu dari pemilik yayasan sekolahnya, dia jarang nemuin Arsa sendirian. Tapi kalo Arsa diajak Bara, pasti nanti disuatu tempat Reyan juga ada disana. Kalau Reyan satu angkatan sama mereka. Terus satunya lagi Alden. Yang Saka liat, Arsa lebih banyak ngobrol sama Alden dari pada dua orang yang lain. Dia juga kakak kelas mereka."

Sembari Nanda menahan panas terik matahari, ia mencoba untuk kembali mengatakan apa yang sudah ia dengar dari Saka. Dan masih saja Kakak dari Arsa itu diam dengan keningnya yang berkerut. Tak tahu pusing karena kepanasan atau sedang berpikir keras, menebak-nebak dari tiga orang itu siapa yang lebih suka mengganggu adiknya.

"Terus apa lagi?" Tanya Jayendra lagi. Sepertinya dia juga masih belum bisa menyimpulkan siapa yang menjadi penyebab dari kematian adiknya.

"Saka pernah merhatiin Arsa. Dan dia bener-bener keliatan gak nyaman kalo udah disamperin Bara. Meskipun cowok itu lagi senyum tapi muka Arsa malah keliatan tegang."

Sudah pasti jika Arsa memang takut pada pemuda bernama Bara itu. Ia kembali teringat dengan apa yang dikatakan teman-teman sekolahnya Arsa dimasa depan. Jika Arsa suka datang kesekolah dengan luka-luka. Sampai ibunya disuruh datang kesekolah. Apa mungkin memang Bara yang melakukannya?

Dari kemarin Jayendra belum melihat ada luka dibadan Arsa. Lalu kapan Bara akan menyiksanya? Atau apa dari sebulan lalu juga Arsa sudah disiksa tapi lukanya ditutupi? Sial, Jayendra melupakan hal itu. Seharusnya ia memeriksa keadaan Arsa, tidak hanya soal batinnya tapi juga fisiknya.

"Di masa depan, banyak yang bilang kalo badan adik gue suka luka-luka. Ntah setiap minggu atau hari, pasti ada luka baru. Karena dia gak bisa ngebohong. Dia malah ngasih alasan yang bener-bener ngasal. Sampe guru dan temen-temennya mikir kalo Adik gue, lo tahu, nyelakain dirinya sendiri."

Jayendra menggigit bagian dalam bibirnya, rasanya menyakitkan jika harus kembali mengingat apa yang terjadi setelah adiknya jatuh dari lantai lima.

Arsa selalu menerima kekurangan dirinya, dia selalu mengubah celotehan negatif dari orang lain untuk dirinya menjadi terdengar positif. Disetiap kesalahan dan masalah dia selalu mencari hal baiknya. Dia mencintai apa yang dia punya. Dia mencintai hidupnya, dia suka dengan kesibukan, suka dengan badannya yang sehat tanpa luka.  Dia suka menjadi hidup dengan dirinya sendiri.

Second chance | Jenric AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang