"Pak lihat. Ini kelakuannya Bara. " Saka dan Arsa benar-benar menemui kepala sekolahnya yang bahkan baru turun dari mobil. Beliau melihat luka lebam di wajah Arsa dan hidungnya yang masih disumpal, masih terlihat warna merah pekat di tisunya.
"Kok bisa, Arsa pusing gak? Ayo deh duduk dulu." Bapak kepala sekolahnya itu menuntun Arsa untuk duduk di bangku yang tak jauh dari mobilnya di parkirkan. Begitu pun dengan Saka yang mengikuti mereka. Arsa merasa beliau berlebihan karena ia merasa baik-baik saja tidak pusing. Hanya perih saja wajahnya.
"Jadi gimana awal mulanya? Bara juga gak mungkin asal mukulkan." Tanya Pak Sanjaya, Kepala sekolah SMA Garuda itu.
Namun Arsa malah diam, sesekali melirik Saka yang berdiri di depannya. Ia malah dipelotiti oleh temannya karena diam, Saka memaksanya untuk bercerita. Karena dia juga tak tahu alasan mereka berkelahi, bertanya pada Bara pun tak mendapat jawab karena dia langsung pergi.
"Arsa gak mau cerita?" Arsa kembali melirik Saka, lalu menggeleng pelan. Dan temannya mendelik.
"Tapi pak, Bara kan udah mukulin Arsa. Apa gak dikasih hukuman? Meskipun Arsa gak ceritain soal alasannya." Tanya Saka. Pak Sanjaya mendongkak untuk melihat wajah Saka yang terlihat asam itu, tentu saja Saka kesal karena bagaimana tertutupnya temannya ini. Pak Sanjaya merasakan bagaimana pedulinya saka pada Arsa.
"Pasti dong, Kalau Arsa gak mau cerita biar bapak yang nanya Bara. Mau kamu yang memancing kemaraan Bara atau apapun alasannya, kekerasan gak harus dibenarkan. Tenang ya. Bapak bakal pastiin Bara gak bakal ngulangin perbuatannya."
Saka melihat Arsa tersenyum pada kepala sekolahnya itu lalu berterima kasih dengan suaranya yang terlampau pelan. Bel masuk kemudian berbunyi, Pak Sanjaya menyuruh mereka untuk ke UKS terlebih dulu, Arsa tentu perlu mengobati wajahnya.
Jujur saja Saka sudah kesal setengah mati dengan ke misteriusan temannya itu. Apa ia merasa gengsi hanya untuk meminta tolong sampai tak mau menceritakan masalahnya? Saka benar-benar tak mengerti jalan pikirannya. Tapi mau bagaimana lagi, dia bahkan tertutup pada kakaknya bagaimana dengan dirinya dan pak Sanjaya.
"Sa, Serius lo mau gini terus?" Seru Saka pada Arsa yang berjalan didepannya. Langkahnya terhenti dan berbalik, membalas tatapan sendu yang ditunjukan Saka.
"Lo selalu ada buat gue, mau pas gue bahagia atau lagi di titik terendah gue. Ngeliat lo yang malah tertutup kayak gini, bikin gue ngerasa gak dianggap temen. Mungkin ini berlebihan tapi gue emang pengen ngebales kebaikan yang lo kasih ke gue."
Dari tempatnya Arsa masih tak bersuara, "oke, kalo lo gak mau cerita sama gue. Tapi tolong ke Abang lo, dia khawatir banget sama lo bangsat! Dia pengen bantuin lo." Lirih Saka.
Dia benar-benar kasihan ada Jayendra. Dia berusaha buat selalu ada buat Arsa. Tapi adiknya itu malah selalu menolak. Tentu hal itu malah membuat perasaan Jayendra makin kacau.
Sekarang mereka berada di lapangan, salah satu jalan untuk bisa sampai dikelasnya. Saka berjalan mendekat pada Arsa, "lo dengerin gue gak sih." Gerutu Saka.
"Dengerin."
"Ya terus gimana?"
"Mau bilang makasih aja, makasuh udah peduli."
Saka mendelik lagi, kesal bukan main. Karena bukan ini jawaban yang ia inginkan.
"Dari kapan lo kenal sama Abang gue?" Tanya Arsa.
"Dari tiga hari yang lalu? Kalo gak salah, Baru-baru ini sih." Jawab Saka.
"Dia nyeritain, kalo dia time traveler juga, ke lo?"
"Iya."
"Dan lo percaya?" Arsa kembali menoleh pada Saka.
"Percaya, kalo diliat dari apa yang terjadi sama lo sekarang. Make sense."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second chance | Jenric AU
FanfictionJayendra sudah dipisahkan dengan Arsa - adiknya sedari kecil karena orang tua mereka berpisah. meskipun begitu, mereka selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dan mereka juga sangat dekat karena itu. Namun suatu hari Jayendra mendapat kabar buruk ji...