Chapter 15

256 23 1
                                    

Hai!

****

Untuk kedua kalinya Jayendra kembali ke masa lalu. Seperti waktu itu. Tumpuan waktu kembalinya pada jam dua belas malam di hari ulang tahunnya.

Kali ini tak ada tangisan. Jayendra cukup mahir dalam menyimbunyikan keterharuannya, ketika melihat Arsa yang masih hidup dengan senyuman lebarnya. Jayendra hanya memperlihatkan rasa bahagianya pada kedua anggota keluarganya itu. Mereka memakan kue ulang tahun Jayendra di atas ranjang. Mereka bercanda sembari bercanda seolah di masa depan tak akan terjadi apa-apa. Kadang hidup tanpa mengetahui kebenaran atau sebuah alasan dalam suatu hal yang akan terjadi juga ada baiknya.

Pagi harinya, seperti waktu itu. Ibunya menyiapkan  sepotong kue sisa semalam di atas mejanya untuk Jayendra. Karena Ibunya itu tak sempat membeli atau bahkan membuatkan sarapan yang lebih baik untuk memberikan cakupan energi. Ibunya bangun kesiangan dan sekarang masih belum keluar lagi dari kamarnya begitu pula dengan Adiknya.

Ketika Jayendra melahap kue ulang tahunnya itu, Arsa keluar  dari kamarnya sembari menenteng jaket dan tasnya. Pemuda yang sudah berseragam sekolah rapi itu duduk di kursi yang bersebrangan dengan Jayendra setelah mengambil sepatunya.

"Kenapa hape lo gak aktif sih, Ayah tadi bilang ke gue, hari ini lo harus pulang kerumah. Ayah bakal keluar kota lagi, lo harus jaga rumah." Ujar Arsa sembari memakai kaos kaki putihnya.

"Iya nanti pulang. Tapi nanti gue anterin lo kesekolah ya."

Arsa yang mendengarnya langsung menoleh dengan mata lebarnya. "Ngapain! Gak usah!"

Jayendra mengeluarkan kekehannya. Seraya kembali menyuap makanannya. Sudah ia tebak jika Arsa tak akan pernah mau membawa kakaknya ini ke sekolahnya. Dalam kesempatan kedua ini Jayendra harus banyak-banyak menahan Egonya. Supaya upaya penyelamatan Arsa bisa benar-bener berjalan dengan lancar.

Jayendra sudah tahu sebagian besar alasan kenapa Arsa bisa meninggal secara mengenaskan. Sudah tahu juga siapa pelakunya. Sekarang tinggal Jayendra yang memberikan hukuman setimpal bagi Reyan, Bara dan Alden. Ia tak akan membiarkan kehidupan mereka berjalaan dengan baik di masa depan.

"Gue anterin sampe depan komplek gimana?"

Arsa yang sudah selesai memasang sepatunya itu terdiam sesaat untuk menimbang-menimbang ajakan kakaknya itu.

"Yaudah ayo."

Jayendra tersenyum lebar sampai kedua matanya menyipit menghilangkan kedua bola matanya yang selalu bersinar itu. Tampak senang dengan jawaban Arsa.

Setelah keduanya selelsai sarapan. Mereka beranjak dan berpamitan pada Sang Ibu yang baru saja keluar dari kamarnya. Lalu mereka menaiki motor matic Jayendra untuk pergi kedepan komplek rumahnya bersama.

"Nanti pulang sekolah gue jemput, mau?" Tanya Jayendra lagi.

"Gak mau. Lagian sekolah kita jauh banget jaraknya. Lo kenapa sih? Kayaknya pengen nempel banget sama gue. Kangen, lo?"

"Iya. Kangen banget. Sampe pengen nangis."

Lalu Jayendra mendapat pukulan yanng cukup kuat pada helmnya. "Lebay lo!"

Yah, Jayendra tak bohong juga jika sebenarnya Ia sangat merindukan adiknya ini. Meskipun rasanya hanya beberapa hari tak bertemu. Arsa yang selalu membuat hari-harinya menyenangkan akan selalu Jayendra butuhkan.

"Tapi dek, nanti pulanng sekolah. Makan bareng yuk?"

"Gak mau ah."

Jayendra mengerem mendadak membuat kepala Arsa terkatuk helm motor milik Kakaknya. Arsa hendak memukul lagi helm itu tapi Jayendra terburu menoleh kebelakang.

Second chance | Jenric AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang