Chapter 25

221 23 1
                                    

Jayendra pulang ke rumah pagi hari, semalaman ia tak pulang karena mencari Ibunya. ia mencarinya kemana-mana tanpa ada clue. ia hanya berkendara kesana kemari, ia bahkan tak terpikir untuk bertanya pada tantenya karena sebelum hilang Ibunya pergi menemuinya dulu.

Pikiran Jayendra sangat kacau sampai-sampai tak bisa berpikir jernih. menelpon beberapa temannya pun tak ada yang mengangkat karena memang saat itu sudah tengah malam.
dia ingin tahu rumah Reyan. meskipun
tak yakin jika orang itu ada disana. Jayendra ingin membawa Ibunya pulang, untuk Arsa dan tentu untuk dirinya juga.

Sampai Akhirnya Jayendra lebih terasa membuang waktunya dijalanan yang sepi. ia bahkan tak memperdulikan perutnya yang minta diisi. ia sadar jika dirinya belum makan lagi pada hari itu selain nasi gorengnya di pagi hari. pikirannya juga tak luput mengenai ketakutan mengenai nyawa Arsa yang mungkin akan direngut, Jayendra takut sekali kejadian itu terjadi untuk kedua kali, ia takut jika harus melihat adiknya berlumuran darah. ia juga takut Ibunya disakiti oleh orang yang memendam benci.

semakin langit menerang, badan Jayendra juga terasa semakin melemah. ia beruntung bisa sampai dirumah Ibunya dengan selamat. sepertinya sekarang baru jam enam pagi, seharusnya Adiknya masih berada dikamarnya, belum mandi. pokoknya untuk hari ini Arsa tak boleh datang ke sekolah. ia harus tetap di rumah, mungkin nanti Jayendra akan membawanya pergi bersembunyi di tempat yang jauh dari jangkauan Reyan.

dengan langkah gontai Jayendra membuka pintu, sepi sekali disana namun semakin masuk ke dalam, Jayendra bisa mendengar suara keran air menyala. mungkin memang sekarang Adiknya sedang mandi.

"Jayendra kamu dari mana?" Seru Ayahnya yang sedang duduk di meja makan dengan piring dan gelasnya yang sudah kosong. kenapa Ayahnya sudah sarapan sepagi ini? kenapa hanya ada satu piring dan gelas. Apa Arsa tak dibuatkan makanan juga?

"Nyari Ibu."

Ayahnya bangkit dan menuntun pelan Anak pertamanya untuk duduk disalah satu kursi yang mengitari meja makan. Ayahnya duduk disampingnya menatap anaknya dengan mata yang dipenuhi rasa khawatir

"Nyari Ibu kemana?" Jayendra bisa mendengar suara Ayahnya yang dibuat lembut. seperti dulu ketika Ayahnya berbicara pada Ibunya ketika mereka masih tinggal bersama.

"kemana-mana. tapi gak ketemu, yah."

"Wajah kamu pucet banget Jayendra. kemarin Arsa bilang kamu lagi sakit, kenapa malah pergi-pergian sih? jaga kesehatan kamu. kalau  sakitnya tambah parah gimana? mau kamu di rawat dirumah sakit?"

Jayendra hanya diam, sesekali memejamkan matanya setelah dirasa kepalanya mulai pening. tidak seharusnya ia tumbang sekarang jadi ia kembali membuka matanya membalas tatapan Sang Ayah.

"gimana kemarin? Ayah udah tahu dimana Ibu?" Tanya Jayendra.

"belum, Nanti kita cari lagi. mungkin nanti Ayah bakal minta bantuan polisi."

Jayendra mengangguk, hatinya sakit sekali jika harus membayangka Ibunya disekap. ia tak bisa menebak apa yang Reyan lakukan padanya. tak mungkin jika dia juga melukai
tangan ibunya juga kan? jangan sampai. jika memang begitu mungkin nanti Jayendra akan menjadi gila.

Jayendra menatap  pintu kamar mandi, ia masih bisa mendengar keran air tapi Jayendra tak bisa menemukan keberadaan orang didalam sana, tak ada suara apapun dari dalam sana selain suara air.

lalu Jayendra menoleh pada Ayahnya dengan mata sayunya. "Adek aku mana?"

"Udah berangkat ke sekolah." Jawab Ayahnya langsung. mata Jayendra langsung membelalak. ia bahkan langsung bangkit dari duduknya namun tubuhnya terasa semakin lemas dengan kepalanya yang berdenyut sakit, kakinya tak tahan menopang tubuhnya dan ia terjatuh. Ayahnya menghampiri dengan panik.

Second chance | Jenric AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang