Happy reading 💙
***
Chiara berlari terburu-buru setelah mobil yang dikendarai Pak Abdul berhenti di depan gerbang besi berwarna hitam.
Hujan yang begitu deras pagi itu. Petir dan suara guruh tidak membuat gadis 15 tahun itu takut.
"Kenapa lo berani masuk ke rumah gue!" Itu teriakan keras Daniel saat melihat Chiara membuka pintu dan berdiri dengan baju basah kuyup.
"Mau ngapain lo ke sini? Ke luar nggak lo!"
Chiara melewati Daniel, menghampiri Langga yang duduk di sofa bersama Raka.
Keduanya tampak bingung melihat keadaan Chiara yang sangat berantakan.
Tapi enggan untuk bertanya dan memilih mengabaikan.
"Langga, tolong hubungi Ayla," kata Chiara. Wajah pucat dan suara yang bergetar membuatnya terlihat sangat menyedihkan.
"Buat apa?"
"Aku mau ngomong sama Papa."
"Langsung aja hubungi bokap lo, ngapain hubungi Ayla apalagi sampe nyuruh-nyuruh gue. Pikir lo siapa."
"Aku udah hubungi Papa berkali-kali tapi nomornya nggak aktif, aku nggak punya nomor Ayla. Kalo kamu nggak mau hubungi dia, kasih aku nomornya biar aku yang hubungi sendiri."
"Malas," ucap Langga tanpa mau tahu dan tidak peduli dengan wajah frustasi Chiara. "Ayla lagi liburan sama keluarganya, dia lagi senang-senang nikmatin air laut di Bali. Kenapa gue harus ngerusak kebahagiaan dia cuma buat lo?"
"Aku butuh banget ngomong sama Papa."
"Kalo bokap lo matiin ponselnya berarti dia nggak mau diganggu sama lo."
"Udah pergi sana!" Daniel menarik tubuh Chiara, mendorongnya hingga ke depan pintu. "Lo bikin rumah gue basah sialan!" bentaknya. Lalu menutup pintu dengan keras, menguncinya agar orang seperti Chiara tidak mengotori rumahnya.
"Kenapa dia keliatan frustasi gitu?" ucap Raka ketika Daniel sudah duduk di antara mereka.
"Mana gue tau, memang lo mau peduli?"
"Ngapain gue peduli, gue cuma penasaran."
Chiara masih diam di depan pintu. Dia bisa mendengar dengan jelas suara Raka, Daniel dan Langga yang memang tidak mau peduli kepadanya.
"Non, ayo pulang. Ibu pasti mau non Chiara nggak jauh-jauh dari dia." Suara Pak Abdul membuat Chiara mengalihkan tatapan dari pintu, dia berbalik, memperhatikan Pak Abdul yang memegang payung berwarna pink. Payung kesukaan Chiara yang dibelikan sang ibu saat hari pertama menjadi murid SMP.
"Gimana sama Papa, Pak?"
"Nanti Bapak suruh Mbak Ira coba hubungi lagi. Non harus pulang sekarang."
Chiara membawa kakinya melangkah pergi dari rumah Daniel. Pak Abdul dengan cepat memayungi, tidak ingin air hujan yang dingin membasahi nona mudanya lagi.
Chiara suka hujan, dia sering meminta agar ibunya memberi izin ke luar rumah.
Bermain di bawah hujan, berlarian sendirian kemudian jatuh sakit dan harus minum obat.
Tapi hari ini Chiara tidak menyukai hujan lagi.
Nanti kalau dia sakit siapa yang memaksanya meminum obat. Nanti kalau Chiara ingin makan nasi goreng siapa yang akan membuatkan sedangkan Chiara hanya suka nasi goreng ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGGA
Teen Fiction"Nyokap lo yang mati, Bokap lo yang koma kenapa gue yang kena sialnya? Kenapa gue diminta buat tunangan sama lo!" "Mati aja Chiara, lagian nggak ada yang sedih kalo lo yang pergi." "Ingat! Kalo bokap lo nggak mati, lo aja yang mati!" Langga kesal ka...