Happy Reading 💙
Vote dulu guys!
***
Langga baru saja menutup pintu saat mobil hitam masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Dia jadi berhenti di teras, memperhatikan orang yang akan keluar dari dalam mobil itu.
"Nggapapa Pak, saya bisa sendiri," cegah Chiara ketika sang sopir ingin membukakan pintu untuknya.
"Bapak pulang ya, Non," kata Pak Abdul. Setelah Chiara memberi anggukan, berapa detik setelahnya mobil itu melaju pergi.
Chiara mengalihkan pandangan setelah mobil Pak Abdul tidak terlihat, dia berjalan menuju teras rumah dan berhenti dua langkah sebelum melewati tempat Langga berdiri.
"Lo mau pergi?" lontarnya untuk berbasa-basi. Setelah berapa hari mereka tidak saling bicara, pada akhirnya Chiara mengalah dan mengajak bicara lebih dulu.
Lagi pula Chiara diam bukan karena sengaja mendiami Langga. Hanya saja setelah lepas kontrol hari itu, dia tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan. Dia bingung antara berpura-pura tidak terjadi apa-apa atau menjelaskan posisinya saat itu.
Namun Langga yang diam dan hanya melewati saja saat mereka bertemu, membuatnya jadi bertambah bingung harus bersikap seperti apa. Walaupun sebenarnya tidak aneh jika Langga bersikap seperti itu, toh Langga memang jarang mengajaknya bicara.
"Gue udah tutup semua jendela," ujar Langga. Cowok itu langsung berlalu begitu saja, pergi ke garasi yang tidak Chiara perhatikan karena dia memutuskan untuk langsung masuk ke dalam rumah.
Suara ribut-ribut membuat mata Chiara yang terpejam langsung terbuka. Dia yang memang belum tidur memutuskan keluar kamar. Berjalan sampai ke lantai satu saat yakin asal suara dari ruang tamu.
Tepat sekali, dia melihat Langga, Raka, Daniel dan si ketua OSIS di ruang itu. Objek perhatian ketiganya jatuh kepada Langga yang duduk di sofa, yang langsung mengambil perhatian Chiara juga karena Langga tampak paling kacau. Terlebih dia melihat ada perban di kaki kiri cowok itu.
"Biar gue telepon Pak Mahen kasih tau kondisi lo," ucap Raka. Cowok itu tampak yang paling kesal, karena Daniel sibuk mengelus anak kucing di dalam gendongannya dan Alvan yang diam terlihat tidak ingin ikut campur.
"Nggak perlu!" cegah Langga, cowok itu tidak kalah terlihat marah.
"Lo nggak bisa tanding dengan kaki kayak gini, Lang, ngeyel banget sih lo."
"Yang mutusin gue bisa apa enggak itu gue. Yang tau kondisi kaki gue juga gue. Nggak perlu sampe lo semua permasalahin."
"Masalahnya itu tandingnya besok, Lang!"
"Gue bisa, Ka!" sahut Langga keras. Dia membuat Raka diam dengan suaranya itu.
Berapa saat hening. Chiara menggunakan kesempatan itu untuk mendekat ke tempat Alvan. Membuat Alvan jadi melihat ke sampingnya, tapi tidak mengatakan apa pun saat melihat Chiara.
"Lo pengin banget menang?" seru Raka, nada suaranya sudah terdengar frustasi.
"Hm, gue harus menang."
"Terserah lo aja," balas Raka. Pada akhirnya cowok itu memilih mengalah dengan keras kepala Langga.
"Kenapa?" Chiara bertanya pada Alvan setelah situasi sedikit tenang.
"Jatoh dari motor gara-gara ngehindar biar nggak nabrak anak kucing itu," jelas Alvan sambil menunjuk kucing yang ada pada Daniel.
Chiara melihat sebentar kucing dengan corak sapi itu, tapi untuk saat ini dia tidak terlalu tertarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGGA
Teen Fiction"Nyokap lo yang mati, Bokap lo yang koma kenapa gue yang kena sialnya? Kenapa gue diminta buat tunangan sama lo!" "Mati aja Chiara, lagian nggak ada yang sedih kalo lo yang pergi." "Ingat! Kalo bokap lo nggak mati, lo aja yang mati!" Langga kesal ka...