Happy Reading 💙
Kamu baca jam berapa nih?
***
Shubuh bahkan baru berlalu 30 menit yang lalu. Dan Chiara sudah membuat Langga repot dengan harus mencari kotak P3K.
Saat sudah menemukan dia bergegas menghampiri gadis yang sedang duduk di sofa depan TV. Sesekali gadis itu tampak meringis, menahan sakit di lengan kanan akibat cakaran kucing yang cukup banyak mengeluarkan darah.
"Sakit banget? Muka lo sampe pucet."
Langga ikut duduk, kotak P3K dia letakkan di meja, lalu mengeluarkan kapas dan membasahi dengan alkohol.
"Siniin tangannya."
Chiara pasrah membiarkan tangannya mulai dibersihkan. Matanya ikut menutup bersamaan dengan kapas yang mulai menyentuh permukaan kulitnya yang terluka.
Luka akibat cakaran yang cukup banyak membuat Chiara harus menahan rasa sakit lebih lama. Menutup mata saja tidak cukup, dia sampai harus menggigit bibir untuk dapat menahan sakitnya.
"Kalo sakit nangis, kenapa ditahan-tahan."
"Lagian udah tau ada kucing berantem, lo kenapa mau misahin segala?"
Mendengarnya Chiara jadi terbawa kesal, dia segera menepis tangan itu.
"Ini juga salah lo."
Alis Langga terangkat satu. Semua ini tidak akan terjadi kalau 5 menit yang lalu Chiara tidak repot-repot memisahkan kucing yang sedang berkelahi di halaman belakang. Lalu di mana letak salah yang ia lakukan.
"Kenapa salah gue?"
"Iya dong, terakhir kali lo yang kasih kucing makan."
"Ya emang bener. Terus letak salahnya gue di mana?"
"Lo langsung tinggal gitu aja, kan? Harusnya dimasukin ke kandangnya dulu biar pas malem dia nggak kelayapan."
"Gue mana tau, lo cuma suruh kasih makan. Lagian semua pintu udah ditutup, gimana ceritanya dia bisa keluar."
"Buktinya keluar, kan? Tuh tadi lo liat sendiri dia habis diserang kucing besar."
"Iya gue yang salah," sebut Langga cepat. Dia berhasil membuat gadis itu diam. Lalu kembali mengambil tangan Chiara dan lanjut membersihkan lukanya.
Gadis itu harus kembali menahan sakit. Sensasi dingin dari alkohol yang mengenai permukaan kulitnya membuat Chiara sesekali meringis karena tidak kuat menahan perih.
"Tapi besok-besok kalo ada kucing yang berantem, lo nggak usah misahin pakek diambilin salah satunya. Cukup lo siram pakek air aja pasti langsung kabur." Langga berhenti sebentar, mendekatkan wajah dan mengembus pelan permukaan kulit putih Chiara yang terluka.
Untuk sesaat yang dilakukan cowok itu mampu mengurangi rasa perih yang Chiara rasakan.
"Kalo gue salah siram nanti Laci yang basah."
Sambil tetap mengembus, diam-diam Langga tersenyum menyadari Chiara memanggil kucing kecil itu dengan singkatan nama mereka berdua. Padahal kemarin-kemarin selalu protes tidak setuju.
Selanjutnya Chiara kembali mengoceh yang Langga abaikan saja. Karena setiap ocehan itu terdengar lucu di telinganya. Entah Chiara sadar atau tidak. Namun, Langga sadar betul kalau Chiara hanya sedang mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit.
"Lo bayangin kalo tadi gue nggak turun, coba kalo gue nggak yakin kalo itu kucing kita. Mungkin dia bisa mati, soalnya dia masih kecil banget." Suara Chiara terdengar lebih menuntut. "Tapi dia nggapapa, kan? Tadi lo yang bawa dia ke dalam kandang."
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGGA
Teen Fiction"Nyokap lo yang mati, Bokap lo yang koma kenapa gue yang kena sialnya? Kenapa gue diminta buat tunangan sama lo!" "Mati aja Chiara, lagian nggak ada yang sedih kalo lo yang pergi." "Ingat! Kalo bokap lo nggak mati, lo aja yang mati!" Langga kesal ka...