Happy Reading 💙
Vote dulu guys!
***
"Saya mau untuk pertemuan hari ini kita undur jadi sore hari semua. Kalau ada yang tidak bisa, katakan kita bersedia mengikuti jadwal mereka selain hari ini."
Langga membuka mata saat obrolan itu terdengar di telinganya. Sadar dia tertidur di sofa membuatnya cepat mengubah posisinya jadi duduk.
Sesaat dia menoleh ke tempat jam dinding. Kemudian melihat Chiara. Sudah pukul 4 pagi dan sepertinya gadis itu belum sadar juga.
Dia bahkan tidak ingat kapan mulai tertidur. Terakhir kali dia sedang bermain game dengan posisi berbaring di sofa tempatnya duduk sekarang.
"Sudah bangun?" tanya Ira, wanita itu duduk di bangku samping ranjang Chiara.
Bahkan Langga tidak tahu kapan wanita itu datang.
"Kapan anda datang?"
"Baru saja. Saya harus menyelesaikan semua pekerjaan agar bisa mengambil libur seharian. Terima kasih karena kamu mau menunggu Chiara di sini," ucap wanita itu. Perkataan yang sangat tulus.
"Sekarang kamu pulang, kalau tidak bisa kejebak macet nanti. Hari ini ada pertandingan lagi, kan?" ujar wanita itu lagi.
Langga mengabaikan. Sejak tadi dia hanya memperhatikan tubuh gadis yang masih terbaring lemah tanpa kesadaran di ranjang serba putih itu. Saat hanya diam seperti itu Chiara menjadi gadis yang menyedihkan.
"Chiara harusnya bisa sembuhkan? Banyak pasien dengan penyakit yang sama sembuh setelah dioperasi," ucap Langga.
Pembahasan yang tiba-tiba berubah membuat Ira jadi beralih fokus menatap wajah Chiara juga.
"Hm, dokter juga mengatakan hal yang sama. Ada kemungkinan hidupnya bisa lebih panjang kalau operasinya berjalan lancar."
"Jadi kenapa belum dioperasi sampai sekarang?"
"Chiara yang tidak mau, hampir setiap hari saya membujuk tapi sampai sekarang jawabannya tetap sama. Dia takut kehilangan ingatannya, karena ada kasus pasien penyakit tumor otak kehilangan sebagian ingatannya setelah operasi."
"Kalo takut ambil resiko dia akan hidup seperti ini terus."
Ira melihat Langga dan mengangguk.
"Kamu benar, saya pun setuju. Tapi kalau kata Chiara. Apa gunanya sembuh kalau dia lupa segalanya. Terutama kalau melupakan sang ibu."
Wanita itu kembali melihat wajah terlelap Chiara. Mengusap pipi itu dengan lembut yang tidak luput dari perhatian Langga. "Dia lebih memilih seperti ini. Saya hanya mendukung keputusannya," ucap Ira. Suaranya yang sedikit bergetar bisa Langga dengar dengan jelas.
"Kalau begitu anda akan kehilangan dia cepat atau lambat," balas Langga.
Sebuah kata yang membuat tangan Ira berhenti mengusap pipi Chiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGGA
Teen Fiction"Nyokap lo yang mati, Bokap lo yang koma kenapa gue yang kena sialnya? Kenapa gue diminta buat tunangan sama lo!" "Mati aja Chiara, lagian nggak ada yang sedih kalo lo yang pergi." "Ingat! Kalo bokap lo nggak mati, lo aja yang mati!" Langga kesal ka...