Happy Reading 💙
Ayo vote dulu guys!
Bagian ini aku tambah jadi sedikit lebih panjang. Itu kenapa updatenya jadi telat.
***
Di tribun, di antara ratusan orang yang saling beradu mendukung sekolah masing-masing. Chiara yang paling kalem dan malah sibuk menggambar di buku sketsanya, karena memang tim basket Aditama belum masuk ke lapangan.
"SMA kita, itu Langga!"
Lalu begitu satu nama itu disebut, tangan yang sibuk menggerakkan pensil seketika berhenti dan kepala yang tertunduk langsung terangkat. Dia melihat ke dalam lapangan, mencari sosok itu yang sedang diteriakin murid-murid Aditama khususnya kaum hawa.
"Langga lo ganteng banget!"
"Langga semangat!"
"Alvan lo cocok banget pakek warna merah!"
"Raka, Daniel, Agam, semangat!"
"Kali ini kita nggak boleh kalah!"
"Aditama pasti menang, pasti!"
Chiara merasakan telinganya penuh dengan suara teriakan. Namun, sama sekali tidak mengganggu. Chiara suka berada di tengah-tengah kehebohan murid-murid sekolahnya.
Rasanya seperti dia kembali ke suasana 3 tahun lalu. Saat menjadi supporter nomor satu Langga, Raka dan Daniel.
Sekarang pun ketiga cowok itu masih sama kerennya seperti dulu.
Suara pluit sang wasit terdengar. Pertanda pertandingan babak penyisihan sudah dimulai. Membuat suara penonton di tribun semakin heboh.
"Aditama the best!"
"Langga terbaik!"
"Alvan keren banget lo!"
"Daniel jangan kepancing, lo paling ganteng pokoknya!"
Dan setelah 40 menit waktu pertandingan, begitu wasit meniup peluit panjang, Aditama berhasil memastikan satu tempat untuk mereka dibabak selanjutnya.
Murid-murid Aditama yang tadi menjadi supporter di tribun sudah berpindah ke pinggir lapangan, menemui tim basket sekolah mereka untuk memberi selamat.
Sedangkan Chiara tidak, dia tetap di tempat duduknya. Lagi pula kalau ikut turun tidak ada yang akan menyambutnya. Lebih baik kembali menggambar di buku sketsanya.
"Dia berubah."
Langga berhenti mengemas barang-barangnya, menoleh pada Raka yang baru saja bicara.
"Apaan?"
Raka menunjuk ke arah tribun atas, membuat Langga ikut melihat, tanpa mencari langsung menemukan sosok yang dibicarakan.
Langga memang tahu Chiara ada di sana.
"Dulu kalo habis tanding, Chia langsung turun nyamperin kita, langsung kasih selamat, lo ingat?" ujar Raka. Dia ikut mengemas barang-barangnya dan meletakkan ke dalam tas.
"Buat apa gue ingat."
Raka menoleh, tersenyum dengan jawaban cepat Langga. Entah memang tidak peduli atau hanya pura-pura.
"Emangnya lo nggak merasa kehilangan? Gue lumayan." Ungkapan jujur itu membuat Langga menoleh.
"Lo merasa kehilangan siapa?" tanyanya untuk memastikan.
"Chia lah, tiga tahun terakhir kita nggak berhenti ikutan tanding. Biasanya selalu ada satu cewek yang paling heboh di kerumunan, yang selalu teriakin nama kita. Tapi pas nggak ada, kayak ngerasa ada yang kurang. Padahal dulu gue kesel ngeliat Chia heboh sendiri. Taunya malah kecarian pas dia nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGGA
Teen Fiction"Nyokap lo yang mati, Bokap lo yang koma kenapa gue yang kena sialnya? Kenapa gue diminta buat tunangan sama lo!" "Mati aja Chiara, lagian nggak ada yang sedih kalo lo yang pergi." "Ingat! Kalo bokap lo nggak mati, lo aja yang mati!" Langga kesal ka...