05. Ayla Zilvani

19.8K 1.6K 652
                                    

Ternyata masih se antusias itu sama cerita ini ya.

Aku baru mantau, niatnya mau baca komen taunya votenya udah nembus aja.

Makasih semuanya 🤗

Happy Reading 💙

***

Begitu menginjakkan kaki ke anak tangga menuju kamarnya di lantai 2. Chiara mendengar bunyi jejak sepatu seseorang masuk ke dalam rumahnya. Pintu yang ditutup keras membuatnya memutar tubuh dan kembali ke ruang utama.

“Ngapain lo seenaknya masuk ke dalam rumah gue?” ucap Chiara begitu melihat Ayla duduk manis di sofa bersama Langga yang setia menemani gadis itu.

Beda dengan Chiara yang langsung galak, Ayla tersenyum manis seolah menyambut Chiara.

“Gue baru nyuruh Bi Ami buat manggil lo.” Ayla menghampiri Chiara, memperhatikan penampilan gadis itu dari ujung kaki hingga kepala.

“Lo rapi banget, ini penampilan lo pas di sekolah tadi?”

Sudut bibir Chiara menyunggingkan senyum tidak menyenangkan.

"Lo merasa cukup dekat sampe berani basa-basi ngebahas penampilan gue?"

Rona wajah Ayla berubah galak. “Kenapa lo seenaknya mindahin gue ke kelas lain?” tudingnya tanpa basa-basi lagi.

“Lo terlalu bodoh nggak pantes berada di kelas unggulan.” Si tenang Chiara langsung menjawab dengan wajah datar dan sorot mata yang tidak bisa ditebak.

Ayla marah, tapi dia mencoba mengabaikan dengan tersenyum sinis.

“Terus kenapa lo seenaknya ngebatalin perjalanan wisata murid kelas 3?”

“Karena gue tau itu nggak penting.”

“Nggak penting? Dari berapa bulan gue urus semuanya, dari izin kepala sekolah, dapatin kesepakatan anak-anak, penginapan pun udah gue reservasi. Walaupun lo punya kuasa lo nggak bisa seenaknya ngerusak rencana yang udah gue buat!”

“Kalo gitu kasih tau gue apa bagusnya dari rencana yang udah lo buat.”

Ayla terdiam yang membuat senyum Chiara merekah.

“Nggak ada kan? Karena lo cuma ngelibatin murid kelas tiga untuk alasan lo bisa pergi bebas bersenang-senang.”

“Itu perjalanan wisata!”

“Nggak ada perjalanan wisata di saat ujian kelulusan ada di depan mata!” sekak Chiara membuat Ayla jadi tidak berkutik.

“Jangan berdebat sama gue pakek otak lo yang nggak ada isinya itu. Lo boleh aja bersenang-senang pakek uang keluarga gue. Tapi jangan pernah coba-coba ngerusak apa yang udah Bokap gue bangun."

"Bokap yang lo maksud Papa gue sialan!" Ayla berteriak bak orang kesetanan.

“Memang Bokap lo juga, jadi?”

“Jadi lo nggak bisa sok berkuasa sendiri. Gue juga anak kandungnya!”

Dalam perdebatan yang berteriak dan berakhir marah-marah berarti kalah. Chiara menerapkan hal itu dalam hidupnya selama tiga tahun terakhir, terlebih karena ibunya sendiri selalu mengajarkan untuk tetap tenang disetiap hal. Jadi sekarang dia tetap biasa saja menanggapi Ayla yang sudah kesetanan walaupun telinganya terasa panas.

“Ngomong kayak tadi dengan tembok sana. Lo mungkin anak kandungnya, tapi lo bukan siapa-siapa dalam keluarga Aditama. Nggak ada yang mengakui lo maupun Nyokap lo. Jadi jangan sembarangan gunain nama Bokap gue di belakang nama lo. Ayla Zilvani, sadar diri, di dunia ini ada tempat yang nggak bisa sembarangan lo pijak.”

LANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang