Di depan sebuah toko kelontong yang buka 24 jam, terdapat sepasang lelaki yang satu sedang memarahi, dan yang lain pasti sedang dimarahi tentunya.
Duduk hadepan di kursi yang ada di bagian luar toko kelontong.
Bukan marah yang berapi-api kaya kesetanan. Ini marah versi kalem tapi tegas. Marah yang begini yang ditakutin Sunoo, rasanya lebih mencekam seakan mau segera ditikam tanpa pergerakan yang bakal kebaca.
Desir angin dini hari sampai terdengar jelas saking sepinya pagi ini,
"Untung aja saya tepat waktu nangkap tangan kamu. Kalau telat apa coba yang terjadi?"
"M-maaf... Sunoo cape, udah jalan dari jam 9 tadi. Badan Sunoo juga rasanya ga enak banget, kak. Makanya ga sadar sampe ketiduran kaya tadi... Sekali lagi maaf sudah repotin kakak kaya gini...." Tutur si anak malang ngebungkuk-bungkukkin tubuhnya 45°, rasa menyesal banget dia tuh. Karena kelalaiannya bisa aja buat celaka dirinya dan orang lain.
Amarah si jangkung meluluh karena curhatan anak manis ini, gimanapun ada rasa iba juga.
"Em. ---Saya juga lumayan shock tadi. Maaf jadi berceramah gini. Nih," tangan berurat pria dominant itu nyodorin suatu di atas meja ke hadapan pemuda Kim.
"A-apa, ini?"
Sunoo ngambil kertas yang disodorin, kemudian baca dengan cermat sampai habis, bahkan sempat diulang. Kedua mata dan mulutnya reflek membulat sempurna kala menyelesaikan susunan kata dari huruf alfabet di atas kartu nama tersebut.
"Daebak !, kereeeennnn......" Rancauan salut, yang kontan membuat lawan bicaranya menutup rapat-rapat kedua telinga dengan telunjuknya.
"...."
Sesaat setelah berujar, Sunoo baru sadar. Apa maksud dari si pria memberikan kartu namanya? Apa buat kenalan? Kalau buat kenalan mah bisa langsung jabat tangan kali ah, lebay banget pakai kartu nama segala.
"Ooo, salam kenal, Park Sunghoon..." Ujar Sunoo menyodorkan tangannya berniat bersalaman.
Sang pemilik nama hanya melihat juluran tangan mungil itu sekilas, lalu kembali natap wajah lelaki manis di hadapannya lamat-lamat.
"Jadi ?,"
. . .
Sunoo masih memproses apa yang terjadi dalam beberapa menit belakangan semenjak ia membaca kartu nama Sunghoon. Mungkin fokusnya berkurang karena belum makan malam dari tadi.Juluran tangan ia tarik ketempat asal
"....jadi ...?," Ulang Sunoo karena ga paham.
Sunghoon menghela nafasnya berat. Harus banget ya, dijelasin dengan kata yang terperinci supaya Sunoo ini paham? Padahal kebanyakan orang yang melihatnya kartu nama seorang Park Sunghoon langsung menawarkan dirinya.
"Tertarik bergabung?"
"Bergabung?" Ulang Sunoo lagi sambil memiringkan kepalanya bingung, apa sih yang diomongin kakak ini? Ga bisa to the point apa. Tau si manis ini lagi lapar, konsen nya berkurang!
"Hufff... Cobaan apa ini, ya tuhan" pria bermarga Park itu tampak mengapit batang hidung bagian atasnya singkat, frustasi.
"Saya, manager dari Geum Park Company,–" belum selesai ia bicara, anak itu udah motong aja seenak jidatnya.
"Iya tahu, aku baca tadi. Trus gimana?"
. . .
"Semua orang tahu, siapa yang diberi kartu nama saya, berarti orang itu diundang langsung untuk menjadi anggota kami. Tertarik?"
Kali ini pemuda Park bertutur dengan sangat alun, menghindari kemungkinan ucapannya akan diulang lagi.
"K-kenapa ?, Kok ajak ajak Sunoo, sih? Emang Sunoo bisa apa...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Want the Best Part [SungSun] ✔️
Fanfiction"Mau gimana pun aku sama kamu harus jadi kita" Berjuang dibawah kekangan janji yang terucap bukanlah perkara mudah. Pasalnya Sungsun harus menghadapi pilihan sulit yang melibatkan antara 'janji' dan 'cinta' mereka. Yang mana yang akan dipilih ?, Dan...