GPC tampak sibuk, lebih sibuk dari tahun lalu. Pasalnya kantor ini semakin luas, karyawannya juga semakin banyak. Semua benar-benar berubah semenjak Sunoo meninggalkan negara ini.
Sunghoon juga sudah tidak tinggal di kantor, sengaja. Mau membuang jauh-jauh rasa terlarangnya pada 'jodoh orang' itu. Seluruh ruangan di rumah belakang sudah alih fungsi jadi ruang penyimpanan karya pemuda Park, tanpa sekat juga. Cuma ada rak-rak besar dan segenap lemari kaca.
Dua wajah Sunoo yang membentuk suatu patung juga masih ada, terpajang disana. Yang satu ini ga akan pernah Sunghoon buang.
Pasca lulus sekolah, dia ga lanjut kuliah. Ayahnya pernah beramanah untuk terusin perusahaan keluarga, ga usah kuliah.
Rasanya baru kemarin ayahnya bilang gitu, sekarang semuanya tinggal kenangan. Belum sempat dia dengar ayahnya kembali bicara, Sunghoon sudah kehilangan sosok yang paling mensuport dan memotivasi hidupnya itu.
Fikirnya terus menerus ingin memutar waktu, tapi sia-sia.
Dihirupnya nafas dalam-dalam. Kertas yang menggunung di mejanya ga akan nyelesaiin dirinya sendiri.
Tok~
Tok~
"Masuk" Bulir putih yang jatuh melalui pelipis, pemuda itu seka dengan kasar.
Seseorang masuk dan langsung melempar berkas tepat ke wajah pemilih ruangan. Wajah datarnya nampak mengintimidasi pria yang lebih muda.
Sunghoon yang terduduk kontan menengadah kearah pria dewasa dihadapannya itu.
"Apa ini bang?" Tangannya yang langsung direspon dengan kerjapan tajam.
"Surat wasiat ayah" Sunghoon alih pandangannya kearah map itu singkat. Nampak tidak tertarik, sepersekian detik kemudian menyodorkannya kembali pada sang kakak.
"Aku ga tertarik, abang ambil aja"
Terlihat kentara presentase harta yang didapat antara keduanya. Dimana milik Sunghoon-lah yang mendominasi. Sedang kakaknya hanya mendapat 20% dari keseluruhan harta sang ayah. 80% meliputi kepemilikan 3 rumah singgah, villa, bisnis pariwisata, GPC, juga galeri seni di pusat kota dan lainya. Sedangkan kakaknya hanya kebagian segenap saham perusahaan.
Bragh!
Gebragan meja dilayangkan penyandang status 'kakak' itu. Raut wajahnya semakin menunjukan amarah yang berapi-api.
"Kamu lihat, AYAH SE-SAYANG INI?!! Bodoh si bajingan!"
"Ayah menaruh banyak harapan padamu !, Lantas masih mau egois kala waktu perjodohan semakin dekat?!"
"SADAR, SADAR, SADAR!!!"
Brug! Brug! Brugh!
Meja diderai pukulan oleh sang kakak yang menggila dihadapannya. Tampak sangat sakit hati akan kepergian sang ayah 2 hari yang lalu. Dia tidak tahu saja, adiknya yang tegar diluar ini meraung-raung di dalam. Menangisi kepergian sang ayah tak kalah sakit hatinya. Ditambah lagi semua ia anggap adalah salahnya.
Sunghoon masih terdiam dalam beberapa waktu, sampai akhirnya ia speak up kala kakaknya itu berhenti memblokir akses bicara.
"Abang, jujur aku juga kehilangan. Kita sama-sama sakit hati akan kepergian ayah karena kita saudara, dan itu ayah kandung ku juga"
"Tentang perjodohan, oke, aku setuju. Tapi jangan terus abang buat seolah aku yang paling egois. Selama ini juga kemana abang waktu ayah butuh? Aku yang mengurus ayah walau sibuk bekerja sekaligus sekolah."
"Abang sibuk merusak diri."
Kata-kata dari sang adik bak pukulan telak bagi kakaknya, benar juga yang dia katakan. Dirinya sibuk merusak diri karena terlalu putus asa akan keadaan. Dimana ayahnya yang keritis, kebencian pada sang adik yang tersulut akibat hasutan Jake, belum lagi kepergian istrinya bersama kandungan 7 bulannya 2 tahun lalu. Buat dia setengah gila jalani hidup.
Sehingga hari-hari hanya dihabiskan seperti tadi kata Sunghoon, merusak diri. Bermain wanita, judi, dan mabuk-mabukan. Tak pernah absen dari kegiatan sehari-harinya.
Kemudian Sunghoon kembali menyodorkan kertas map itu pada sang kakak yang sangat amat ia hormati dan sayangi.
"GPC aja udah cukup buat aku, abang ambil yang lain. Berhenti juga rusak diri abang kaya gini. Jangan buat orang-orang khawatir lihat keadaan kamu"
"Maaf, cuma itu yang bisa aku ucap. Dan kalau sekiranya hubungan kita bisa diperbaikin, aku terimakasih banget bang. Syukur-syukur kita bisa kaya dulu"
Lawan bicaranya dibuat tertegun, hatinya terenyuh. Adiknya ini lebih tegar dari dirinya. Padahal masa depannya sudah dirusak oleh perjanjian keluarga.
Hati kerasnya meluluh, semua kepercayaan yang salah tentang sang adik seketika runtuh dari pertahanan arogannya. Melihat map itu sekilas, masih tanpa kata. Kemudian maniknya menyelami mata Sunghoon lamat-lamat.
"Kita bisa kaya dulu? Saya cuma punya kamu, dek"
Sunghoon mencerna apa yang baru saja ia dengar, seketika harunya membuncah. Sampai pernyataan itu ia tanyakan kembali saking tak percayanya.
"Serius dimaafin bang? Abang bisa kaya dulu lagi?" Anggukan yang didapat, yang kemudian direspon dengan pelukan erat dari pria yang tak jauh berbeda tinggi badannya dengan dirinya.
Yang berstatus adik mulai mengerti. Begitu banyak rasa sakit yang dialami kakaknya sampai-sampai memunculkan sifat yang tak pernah ada, 'arogan nya' itu.
Bahkan pukulan di rahang Sunghoon masih terasa nyata saat ia mengingat hari meninggalnya ayah. Tapi ia yakin semuanya akan baik-baik saja mulai saat ini.
Akhirnya warisan dibagi rata, atas persetujuan Sunghoon si pemegang presentase tertinggi. Ia tidak ingin hidup terlalu kaya sendirian.
TBC
Akhirnya baikan juga dua sodara ini, seneng liatnya ( ◜‿◝ )
XOXO BESTiE
KAMU SEDANG MEMBACA
Want the Best Part [SungSun] ✔️
Fanfiction"Mau gimana pun aku sama kamu harus jadi kita" Berjuang dibawah kekangan janji yang terucap bukanlah perkara mudah. Pasalnya Sungsun harus menghadapi pilihan sulit yang melibatkan antara 'janji' dan 'cinta' mereka. Yang mana yang akan dipilih ?, Dan...