BAB 23

38.4K 1.8K 146
                                    

1 Minggu kemudian

Sudah 1 Minggu berlalu yang artinya hari ini, hari dimana Lionel menepati janjinya untuk menikahi seorang wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dan ya.... dekorasi pernikahan ini sudah seratus persen siap.

Semenjak kejadian kemarin, Lionel tidak lagi mendengar kabar tentang Rachel. Biasanya wanita itu selalu meluangkan waktunya sebentar hanya untuk sekedar datang ke kantornya, walaupun kedatangannya tidak pernah disambut hangat oleh lelaki itu. Entahlah, Lionel sudah tidak lagi peduli tentang wanita tidak tahu malu itu, mungkin dia sudah tahu kalau kebohongannya telah terbongkar.

Sekarang, Lionel sudah siap dengan tuxedo putihnya yang dilengkapi pita berwarna senada melingkar di bagian dadanya.

Sekarang, Lionel sudah siap dengan tuxedo putihnya yang dilengkapi pita berwarna senada melingkar di bagian dadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hufft... Lionel sangat gugup sekarang, bahkan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia bisa melihat wajah merahnya dari pantulan kaca rias didepannya. Shit! kenapa mukanya jadi merah seperti udang kerebus gini?

"Huh....huhh..." Lionel tengah sibuk mengatur deru nafasnya dan tiba tiba-tiba pintu ruangan terbuka menampilkan lelaki paruh baya yang sudah rapih dengan tuxedo hitamnya.

"Hey, boy. What are you doing?" tanya lelaki paruh baya yang diketahui papihnya, berjalan mendekat kearahnya.

"Im nervous, Pih." jawabnya jujur mengundang kekehan dari lawan bicaranya.

"Hahahaha. Anw, are you sure?" tanya papihnya membuat Lionel mengerutkan keningnya.

"Ofcourse. Very sure, why?"

"Nope. You happy?"

"I am very happy."

"You-"

"Pih, come on! There is a problem?" Tanya Lionel yang sudah jenuh dengan pertanyaan papihnya yang terus-terusan menanyakan hal yang pasti lelaki itu sudah tahu jawabannya.

Haga mendudukkan dirinya disamping Lionel, ia memandang lekat-lekat manik legam coklat anaknya itu. Bisa ia rasakan kebahagian yang terpancar jelas dari wajah anaknya. Syukurlah ia jadi ikut bahagia dan secara tiba-tiba haga menjadi deja vu dengan momen seperti ini.

Haga meletakkan sebelah tangannya dipundak Lionel seraya mengelus lembut. "Boy, i'm very happy for you. Kamu kelihatan bahagia banget, beda sama waktu dulu. Papih jadi merasa bersalah pernah maksa
kam-" omongannya tiba-tiba terputus kala satu jari telunjuk mendarat di bibirnya.

"No, gaperlu minta maaf, Pih. The rice has become mush, mungkin emang ini jalannya? yang penting sekarang aku sudah bahagia dengan pilihan aku dan tolong jangan atur kebahagiaan dan pilihan aku lagi ya, Pih?" Tutur Lionel dengan sorot mata penuh harap.

MY BABY DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang