"Untuk saat ini, mereka masih pada satu jalan yang sama sembari bergandengan tangan."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PEMANDANGAN malam kota metropolitan yang indah teraibaikan oleh Jeongwoo. Pemuda belasan tahun itu terlelap di kursi sebelah pengemudi. Sama sekali tidak mengetahui kemana mobil itu akan membawanya pergi.
Jeongwoo hanya meminta untuk tidak kembali pulang pada Haruto sebelum mereka pergi meninggalkan pantai, dan Haruto membalas dengan senyuman yang teduh. Jeongwoo tidak mengerti artinya namun saat mobil yang membawanya berhenti, Jeongwoo akhirnya paham akan arti senyum yang Haruto berikan untuknya.
Mobil hitam milik Haruto berhenti tepat di depan pintu dengan gerbang tinggi bercat cokelat, rumah milik ibu nya. Jeongwoo bungkam, ada berbagai perasaan yang menyerbunya secara mendadak. Lantas mengucapkan terima kasih pada Haruto sambil mengalihkan tatap. Enggan menatap wajah itu.
Haruto sendiri memamerkan senyumnya, walaupun sama sekali tidak ingin dilihat bahkan dilirik oleh Jeongwoo yang telah meninggalkan mobilnya. Haruto mengerti tentang perasaannya, tentang perang batin yang Jeongwoo hadapi atau tentang bagaimana berbagai pikiran kini tengah membebani kepala Jeongwoo.
Namun kabur dari rumah bukan pilihan yang terbaik dan Haruto tidak ingin menghantarkan Jeongwoo menuju sesuatu yang salah. Maka dengan alasan itu, Haruto mengembalikan Jeongwoo ke rumah ibunya walaupun Jeongwoo sendiri menolak.
Haruto berencana akan pergi, memang apalagi yang akan pemuda kelahiran April itu lakukan? Tetapi saat maniknya tidak melihat pergerakan Jeongwoo yang akan masuk ke rumahnya, pemuda itu akhirnya memilih menetap.
Lima menit berlalu, Jeongwoo yang setia berdiri menghadap mobilnya membuat Haruto gusar. Pemuda itu lantas turut keluar.
"Kenapa tetep berdiri disini? Dingin, ntar lo sakit." Haruto menyentuh bahu Jeongwoo namun empunya bahu tidak memberi respon selama beberapa detik. Sampai akhirnya Jeongwoo menoleh pada Haruto, menatap sepasang manik arang itu dengan iris mata yang menyorot penuh.
"Lo bilang kita bakal pergi bareng. Kenapa lo bawa gue pulang?" Tatapan itu, Haruto tidak menyukai tatapan itu. Bagaimana Jeongwoo menatapnya dengan sepasang mata yang berusaha membendung bulir beningnya disana.
"Denger Woo—
" Lo bohong. Lo pembohong Haruto." Jeongwoo kemudian mengambil langkah mundur, membuat tangan Haruto yang semula berada di bahunya terlepas.
"Jeongwoo, yang lo pikir bener sekarang bukan—"
"Haruto lo bilang gue bisa jadi diri gue sendiri? Tapi lo bawa gue ke tempat yang buat gue gabisa jadi diri gue sendiri!"