27 : Perlahan

73 7 1
                                    

27 – Perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


27 – Perlahan

Tiga hari sudah berlalu sejak liburannya di Bali berakhir, Kyra kembali disibukkan dengan aktivitasnya di kampus. Meski setiap ke kampus dia kebanyakan gabutnya. Karena semester ini hanya ada skripsi, dan kebetulan Kyra tidak mengambil mata kuliah lain yang butuh perbaikan nilai karena nilainya sudah di atas rata-rata semua, Kyra jadi sering menganggur di kampus. Paling hanya datang untuk menemui dosen pembimbingnya.

Karena kegabutannya itulah Kyra terpikir untuk mengikuti magang. Lumayan kan, selain untuk mengisi waktu, dia jadi tambah pengalaman. Hitung-hitung untuk modalnya mencari pekerjaan setelah lulus kuliah nanti. Sekaligus juga agar dia tahu setelah lulus nanti dia mau jadi apa. Karena, jujur, secara spesifik Kyra masih bingung dia ingin berprofesi sebagai apa.

Apa jangan-jangan dia seperti Jagad yang mengambil kuliah hukum hanya ikut-ikutan? Makanya sampai sekarang dia bingung.

Untuk menjawab kebingungannya itulah dia harus terjun langsung. Salah satunya dengan mengikuti magang di firma hukum. Semalaman Kyra sudah memikirkan hal ini. Tapi, sayangnya, karena pengalamannya yang kurang, dia tidak punya informasi di mana tempat magang yang baik. Untuk itu, dia ingin meminta saran dari Setta ataupun Mada. Setahunya mereka yang sudah pengalaman dalam hal itu.

Karena itu dari tadi dia mencari-cari keberadaan dua cowok itu. Mau keduanya atau salah satunya juga tidak apa-apa. Rupanya, begitu dia menginjakkan kaki di taman kampus, dia malah bertemu keduanya yang kebetulan sedang bersama.
Keduanya terlihat serius membicarakan sesuatu entah apa. Meski begitu, Kyra tetap menghampiri mereka.

Hi, guys,” sapanya seraya mendekat.

Setta dan Mada kompak menoleh, “Eh, Ra.”

“Lagi ngomongin apa? Serius banget.”

“Ini si Mada. Mau minta data buat skripsi ke Kemenkumham, tapi ditahan gara-gara nggak ada surat izin,” cerita Setta menunjuk Mada.

“Lho? Kenapa nggak ada surat izin? Nggak minta ke TU?”

“Nah, itu dia, Ra. Gue udah minta dari dua hari yang lalu nggak di-ACC. Karena apa coba? Suratnya nggak mau ditanda tangan sama Pak Jaja, kajur, gara-gara gue pernah matahin teori dia di kelas. Lah, jangan salahin gue dong kalau gue lebih pinter. Lagian kan mahasiswa tugasnya gitu, diskusi. Bukan nyatet doang kaya anak SMP. Ada mahasiswa yang lebih pinter tuh harusnya bangga, bukannya pundung,” jelas Mada sambil berapi-api, menahan kesal.

Setta sontak menepuk bahunya, “Sabar, bro. Sabar.”

Sementara, Mada mendesah kasar. Laki-laki yang biasanya ceria kali ini terlihat sekali mukanya kusut karena banyak pikiran.

Tiba-tiba Setta tersentak akan sesuatu, “Eh, iya. Bokap Kyra kan menterinya. Minta bantuan Kyra aja.”

Usulan Setta juga membuat Mada tersentak. Matanya bahkan membola. Di kepalanya seakan tergantung bola lampu pijar yang menyala-nyala, “Oh, iya! Bener juga lo, Ta! Untung lo dateng, Ra. Bisa kali bantuin gue. Lo kayaknya datang buat jadi penyelamat gue deh, Ra,” ucapnya menatap Kyra dengan berbinar.

Someone Who Stay • 95L 97LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang