30 : Berdamai

70 8 0
                                    

PART 30 - Berdamai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 30 - Berdamai

Di sebuah ruangan bermeja panjang tengah berkumpul beberapa orang yang duduk tegak dengan wajah-wajah serius, dengan mata bergantian memperhatikan salinan berkas di tangan dan salah seorang yang berdiri di depan ruangan menampilkan presentasi.

“Tersangka sering mendapat kekerasan dari suaminya. Saat kejadian, seharusnya suaminya—yang selanjutnya kami sebut korban—ke luar kota karena ada urusan pekerjaan. Tapi, ternyata korban kembali dan saat itu mereka bertengkar lagi. Saat bertengkar itu, tersangka mendorong korban hingga terjatuh dan kepalanya membentur lantai hingga terjadi pendarahan di otak, yang menyebabkan korban tewas. Tersangka mengakui perbuatannya tanpa menyangkal,” jelas orang yang melakukan presentasi, salah satu anggota tim Shaka.

“Jadi, pembelaan yang mau kita berikan karena terdakwa ingin membela diri karena perbuatan kasar korban?” konfirmasi Shaka.

“Ya.”

“Sebentar.” Daka mengangkat tangan kanannya, menginterupsi. Semua mata sontak mengarah padanya, “Boleh saya kasih pendapat?”

“Silakan, Daka.”

“Saya lihat ada keanehan di sini.”

“Apa?”

Daka melirik kertas laporan kasus di tangannya sambil bicara, “Tampaknya tidak ada penyerangan dari korban pada tersangka di sini. Menurut materi yang tertulis dalam laporan, tersangka tidak mengalami luka.” Dia menengadah, menatap si pemapar di depan, meminta penjelasan. Dahinya berkerut.

“Ya. Mereka hanya berdebat. Saya sudah meminta keterangan anak tersangka bahwa benar tersangka sering mengasari korban,” jelas si pemapar agak menekan. Kesal karena seorang pemagang berani menyanggahnya.

Di kantor, Daka dikenal kritis. Tapi, itu tidak membuat semua orang menyukainya. Perilaku dalam dunia kerja memang aneh.

“Tersangka ditangkap karena saat itu ada di TKP?” tanya Daka lagi.

“Benar.”

“Dimana anak tersangka saat kejadian?”

“Dari keterangannya, yang bersangkutan sempat ada di rumah, lalu pergi setelah melihat korban datang.”

“Apa nggak aneh? Dia tahu ibunya sering diperlakukan kasar, tapi membiarkan ibunya bersama sang ayah. Bukannya berusaha melindunginya,” papar Daka. Sedari membaca materi yang diberikan, Daka merasa ada kejanggalan.

“Sudah beberapa bulan anak tersangka pergi dari rumah, tinggal berpisah dari kedua orang tuanya. Mungkin, dia tidak tahan dengan keadaan rumah,” balas si pemapar berusaha menahan kesal.

“Maksud kamu gimana, Daka? Ada keanehan dari anaknya?” tanya Shaka.

“Ya. Kemungkinan si anak terlibat.” Semua orang menatap Daka tercengang. Tidak terkecuali si pemapar. Dia bersiap menyanggah, namun Daka lebih dulu menyela, “Menurut saya, kita harus lakukan penyelidikan ulang. Karena bisa jadi tersangka tidak bersalah dan kita menemukan pelaku yang sebenarnya.”

Someone Who Stay • 95L 97LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang