12 | Peringatan Batasan

5 2 0
                                    

Happy Reading ❤️

"Untuk apa mengejar orang yang nyatanya tak berniat menetap di hati kita?"
-Naura Azkia-

🌼🌼🌼

Hari ini rasanya Naura ingin hilang dari bumi. Bukan karena apa, ia hanya ingin pergi dari pengawasan Gibran. Tatapan serta tingkah yang lelaki itu berikan sejak pagi tadi benar-benar mengganggunya.

Coba saja , dari mulai masuk gedung sekolah Naura sudah disambut oleh senyum Gibran. Tak hanya itu, lelaki itu melakukan hal yang lebih gila.

Ia mengikuti kemanapun Naura pergi. Meskipun masih ada jarak diantara mereka, itu sudah cukup membuat Naura kesal. Sampai-sampai ia berniat untuk tidak meninggalkan kelas, agar dirinya tak perlu bertemu dengan wajah menyebalkan Gibran.

Namun sayangnya semua berjalan berbanding terbalik dengan keinginannya. Ia terpaksa harus keluar kelas menuju kamar mandi untuk membuang air kecil.

Hal ini diakibatkan oleh udara dingin yang ac keluarkan membuat produksi urine nya lebih lancar daripada biasanya. Sial memang.

Dan seperti dugaannya, Gibran sudah menunggu di kursi panjang depan kelasnya. Tanpa mempedulikan Gibran, Naura tetap menjalankan langkahnya menuju toilet umum.

Tapi hal tersebut percuma. Gibran masih saja mengikuti Naura dengan santainya. Meskipun sudah menjaga jarak, tapi hal itu membuat Naura semakin tak nyaman. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menyudahi apa yang Gibran lakukan sejak pagi tadi.

"Mau lo apa sih?" Tanya Naura to the point.

Masih dengan senyumannya, Gibran berjalan mendekati Naura. "Gue mau mastiin lo aman dari gangguan buaya-buaya diluar sana."

Naura seketika terkekeh. "Ga salah nih lo ngomong gitu?? Atau emang lo ga punya kaca?? Lo percuma ngikuti gue hanya ingin memastikan gue aman dari buaya-buaya itu. Karena lo sendiri adalah satu-satunya buaya yang ngusik kehidupan gue. Bukankah begitu Gib?"

Ucapan Naura cukup menohok bagi Gibran. Sehingga membuat senyum di bibir lelaki itu luntur.

"Tapi Gib, gue bukan anak kecil yang bisa lo bohongin begitu saja. Karena gue tau bukan itu hal yang sebenernya pengen lo--"

"Trus kemarin di GOR apa?!!" Sahut Gibran cepat sebelum Naura menyelesaikan ucapannya. Akhirnya pertanyaan yang dari kemarin mengganggunya pun ia ucapkan.

Naura tersenyum miring. Seperti yang sudah ia duga sebelumnya, hal itulah yang membuat Gibran seperti ini.

"Raka maksud lo??" Gibran mengangguk.

"Emang apa masalahnya sama Raka? Toh dia juga cowok baik-baik, ga suka mainin cewek. Sori nih ye, Raka itu bukan cowok seperti yang lo kira. Karena gue mengenal Raka jauh sebelum gue mengenal lo.

"Dalam penilaian gue selama ini sih dia lebih baik daripada lo. Ganteng, pinter, baik, dan satu yang paling penting, dia ga suka mempermainkan perempuan seperti apa yang lo bilang. Karena Raka bukan cowok yang sama kaya lo!!"

Mendengar Naura memuji lelaki lain di depannya entah mengapa membuat emosi Gibran terpancing. Tanpa sadar tangannya mengepal. Apa memang seperti itu penilaian dirinya dimata Naura?

Keduanya seakan-akan mengabaikan beberapa orang yang berlalu di koridor tersebut, mulai melemparkan tatapan kearah mereka. Suara bisik-bisik itu samar-samar dapat Naura dengar. Tapi tetap saja, ia masih bodo amat terhadap apa yang mereka pikirkan.

Naura menghela nafas. Ia menatap lekat iris Gibran. "Sebenernya gue ga mau mbanding-mbandingin lo sama Raka Gib, tapi gue ga bisa terima gitu aja saat lo dengan seenaknya menilai seseorang dari covernya. Ya emang gue tau kalo Raka adalah rival lo dalam dunia basket.

EVANESCENT : Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang