It's not our fault

1.6K 262 133
                                    

"Oh I'm such a loser, how'd I ever lose her
Oh maybe I must have been out of my mind
Now I'm a loser, why'd i have to lose her"

-Charlie Puth-




Matahari telah merangkak lebih tinggi ketika Jeika memarkirkan motor dan masuk ke pabrik tempatnya bekerja. Katrin—perempuan 5 tahun lebih tua darinya, juga Maria—tercekat cemas saat melihat penampilan pria itu.

Tangannya jelas terluka—sebuah luka basah yang dibiarkan begitu saja dan pria itu tampak biasa saja. Katrin yang selalu memperhatikan Jeika—menganggapnya sebagai adik alih-alih teman kerja, mendekat dengan khawatir.
“Kamu kenapa, Jeika? Kamu jatuh?”

Tidak ada warna di wajah pria itu, ia bahkan tidak memberi jawaban—hanya melangkah gamang ke depan dan sepertinya akan mengambil langkah untuk bekerja.

Tapi jelas Katrin tidak diam saja—sebagai seorang yang lebih tua, juga sebagai orang yang selalu membela Jeika, ia menghentikan pria itu.

“Kamu mau kerja dengan luka menganga kayak gitu?” Katrin memasang wajah kesal. “Gak usah bodoh. Sini!” Ia menarik Jeika menuju tempat P3K biasa disimpan.

“Gak usah,” Jeika menyahut rendah.

“Udah diam.” Katrin mendengkus, membersihkan luka pria itu dan membalutnya dengan perban, seadanya. “Nanti berobat aja, ini saya cuma balut sementara.”

Sadar pernyataannya tidak mendapat sahutan, Katrin mendongak, mengamati raut Jeika yang—sekali lagi—tidak memiliki warna. “Ada masalah apa, Jeika?”

Jeika menggeleng. “Gak ada.”

“Saya anggap kamu sebagai adik saya Jeika, saya sering lihat kamu, saya selalu perhatiin kamu. Jangan tahan luka kamu sendirian, ya. Kalau gak ada yang mau dengerin kamu, saya siap jadi orang terdepan yang bisa bela kamu.”

Menarik senyum, Jeika mengangguk tapi tidak memberi sahutan, karena ia … ia merasa kelu di lidah, ia sedang tidak sanggup membicarakan apa pun.





🌷🌷





Katrin melihat dari jauh bagaimana Jeika berjalan gontai menuju parkiran untuk pulang. Ia berniat mengajak pria itu bicara berdua, entahlah, ia merasa pria ini menghadapi masalah besar.

Seminggu pertama bekerja adalah hari terakhir melihat pria itu tersenyum, selanjutnya—ia selalu terlihat rapuh dan sengsara.

Baru saja akan menghentikan niat Jeika yang hendak memacu motor, tetapi Cesil mendadak muncul dengan ranselnya yang digendong di punggung.

Ratna kalau tidak salah, dengan senyam-senyum mendorong Cesil dan menyemangati agar Cesil memberanikan diri mengajak Jeika bicara.

“Anu—Mas.” Cesil memulai.

“Dia gak berangkat pakai motor sendiri tadi, Mas! Boncengin dong, pulang bareng!” Ratna membantu Cesil bicara.

Jeika melirik nanar, dan begitu saja Cesil menganggapnya sebagai persetujuan. Cesil buru-buru menaiki motor dan duduk di belakang saat Jeika menghidupkan mesin dan memasang helm.

Di seberang, Katrin menghela napas. Ia beranjak menuju scoopy-nya dan melihat ke arah Ratna yang melambai pada Cesil dengan gembira.

Katrin tidak tahu mengapa—tapi ada dorongan pada dirinya, yang memerintah untuk mengikuti kedua orang tersebut. Ia cemas bila Jeika melamun di jalan dan membuat mereka berdua terjerembab atau paling parah—tabrakan dengan pengendara lain.

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang