Caught

4.1K 602 137
                                    

"Cause we're the masters of our own fate. We're the captains of our own souls. There's no way for us to come away, cause boy we're gold"

-Lana Del Rey-


Jeika. Jeika Pradipta. Sambil tersenyum tipis, ia menjabat tangan mereka satu per satu, memperkenalkan dirinya. Tujuan ke sana hanya untuk melihat sendiri di mana dan bagaimana pabrik tersebut. Andra menemaninya, menjelaskan beberapa hal yang harus Jeika ketahui, terutama mengenai apa yang harus dikerjakan, dan bersama siapa ia akan bekerja sama. Ia resmi bekerja di pabrik itu besok, dan sengaja tidak ia beritahu pada Lalisa, karena … belum siap dengan respons wanita itu.

“Mas emang suka pakai anting, ya?”

Cesil, seorang buruh yang katanya sudah bekerja di pabrik tersebut selama satu tahun itu bertanya sembari menatap sepasang anting kecil di telinga Jeika. Wanita itu menceritakan tentang dirinya sejak sepuluh menit yang lalu, ketika Andra tiba-tiba menerima panggilan telepon, dan meminta izin agar pergi sebentar, hanya ke depan.

“Iya.” Jeika menatap Cesil sekilas, lantas kembali melihat ponsel.

“Cocok buat Mas. Kan ada cowok yang suka pakai anting tapi jadi kelihatan norak.”

Cesil menyeruput lemon tea miliknya, sementara para pekerja lain memilih menghabiskan jam istirahatnya dengan makan dan bercengkerama dengan teman.

“Kenapa Mas suka pakai anting? Disuruh pacarnya, ya?”

Jeika menatap Cesil yang kini tersenyum. “Saya nggak punya pacar.”

“Ohh.” Cesil mengangguk-angguk, masih tersenyum. “Jadi kenapa suka pakai anting?”

“Kenapa nanya?”

Cesil tertawa kecil. “Pengen tau, soalnya saya aja nggak terlalu suka pakai anting.”

Jeika tidak berniat menjawab, karena … he actually doesn’t care. Dan Andra datang tepat di waktu itu, menyelamatkannya dari lalat pengganggu.

“Cesil? Kenapa nggak gabung sama yang lain? Sudah makan?”

“Udah, Pak. Bapak udah makan?”

“Belum, ini saya mau ngajak Jeika makan di luar. Bisa temani saya makan, Jeika?”

Jeika mengangguk. Andra terlalu formal, terlalu ramah pada siapa pun, Jeika risi. Terbiasa berteman dengan orang seperti Jamal dan Saga, lebih membuatnya nyaman. Tapi tentu, ia tidak memiliki alasan mencecar pria itu seperti ia terbiasa mencecar teman-temannya.

🌷🌷

Mereka duduk di sebuah restoran makan padang, di depan meja putih yang sudah diisi dengan banyak hidangan di atas piring kecil. Dari semua hidangan itu, Jeika memilih sepiring telur balado dan asam padeh ikan tongkol, mendadak tidak tertarik pada rendang yang seharusnya adalah menu yang pertama kali ia tarik dari meja. Andra sendiri sudah menuang rendang tersebut ke atas nasi putihnya, menambah gulai ayam dan teri cabai hijau.

“Ponsel kamu getar.”

Jeika mengerjap, membuka tas dan meneguk segelas air putih saat melihat panggilan Video dari Lalisa-nya. Ia berpikir sejenak, sebelum akhirnya menerima panggilan.

Sorry. Sibuk, ya?”

Jeika mengernyit saat melihat Lalisa tidak berada di rumah. Wanita itu mengenakan kaus Gucci, skinny jeans dan mengucir rambut.

“Lagi di mana?”

“Kamu juga lagi di mana? Itu bukan restoran Rhea, kan?”

“Di mana?” ulangnya, dingin.

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang