Food

3.8K 653 104
                                    

"When i see your face, there's not a thing i would change. Cause you're amazing, just the way you are"

-Bruno Mars-

Jeika mendecak saat menemukan sisi ranjang sebelahnya kosong. Ia mengusap wajah, menarik rambut panjangnya ke belakang lalu menatap nanar pintu yang terbuka. Kakinya beranjak ke kamar mandi, mendesah karena tidak menemukan Lalisa di sana. Ia mencuci muka, melihat dirinya di cermin selama beberapa menit hingga akhirnya berakhir dengan menggosok gigi.

“Sa..” Jeika mengusap wajah hingga rambutnya dengan handuk kecil. Selanjutnya, menuruni tangga menuju lantai bawah, mencari Lalisa di dapur, di ruang tamu.

“Sayang…” Jeika gusar saat tidak menemukan Lalisa di mana pun.

“Sa..” Tidak ada sahutan. Jeika kembali ke kamar, memutuskan menelepon. Beberapa detik, hanya terdengar nada sambungan, berakhir tanpa jawaban. Ia mengulang, masih mendengar nada menunggu, dan tidak dijawab.

Jeika melirik jam dinding. Pukul sembilan pagi? Mengapa tubuhnya tidak refleks bangun seperti biasanya? Lalisa juga di mana? Apa wanita itu itu bertemu Ayah, lalu dibawa pergi?

Tidak, tidak. Jeika masih menunggu sambungan teleponnya diangkat. Dan ketika terdapat durasi yang berjalan mulai dari angka nol, ia segera bicara.

“Kamu di mana?”

Terdengar ramai, ada suara pekikan senang anak-anak. Jeika mengerutkan dahi.

“Emang kamu belum lihat yang aku tulis?”

Jeika berjalan ke dekat meja, hanya ada pot berisi bunga plastik. Berjalan ke sofa, tidak ada apa pun. Menyingkap bantal sofa, juga tidak menemukan apa pun.

“Kamu lupa ya hari ini hari apa?”

Jeika mendadak panik, takut melupakan agenda penting. Tangannya membuka catatan telepon, biasanya selalu ia tulis dengan beberapa tanggal-tanggal, juga penjelasannya. Seperti tanggal harus membayar utang pada Saga, tanggal harus periksa ke dokter bersama Lalisa, mengganti cat rumah, lalu semacam perayaan.

Di tanggal ini, rasanya tidak ada hal penting. Ulang tahun Lalisa sudah lewat, sedangkan ulang tahunnya masih lama. Ia melupakan sesuatu, dan sepertinya kali ini ia harus berbohong.

“Nggak, nggak mungkin lupalah.”

Lalisa mendengkus. “Ya udah kalau tau, tadi rencananya mau ke gereja sama kamu, tapi aku coba bangunin, kamu nggak bangun-bangun.”

Gereja! Ia lupa istrinya itu sangat taat beragama. Dan rupanya, ini hari minggu. Itu sebabnya tubuhnya juga menolak untuk bangun cepat. Karena biasanya, ia ke gereja bersama Lalisa pukul sepuluh siang, sekadar mengantar wanita itu, karena ia memilih pergi bekerja.

“Kamu tunggu di sana, aku jemput.”

“Iya.”

Jeika bergegas mengambil kunci mobil yang selalu ditaruh di nakas. Ia menemukan kertas itu di sana, kertas yang bertuliskan bahwa Lalisa pergi ke gereja. Menghela napas, Jeika pergi ke bawah. Beranjak menuju carport dan menyalakan mobil.

Dan tanpa menunggu mobil dipanaskan, Jeika segera membawanya. Beberapa menit kemudian, ia sampai di depan gereja. Ibadah pagi sudah selesai, tapi nyanyian rohani masih diperdengarkan. Jeika bersandar di tempat duduk, memilih mendengar dan melihat-lihat.

🎼 Di saatku tak berdaya kuasa-Mu yang sempurna, ketika ku percaya mujizat itu nyata🎼

🎼 Bukan karena kekuatan, namun roh-Mu ya Tuhan, ketika ku berdoa mujizat itu nyata🎼

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang