Dandelion

5.2K 620 75
                                    


"Just a loser, a loner, a jackass covered in scars. Dirty trash in the mirror, I'm a loser"

-BIGBANG-

Jeika memacu kendaraannya lebih cepat, meski sedikit melamun saat mengingat kejadian di kamar mandi tadi. Ia berbagi pancuran bersama Lalisa, nyaris berakhir melakukannya lagi sebelum Lalisa memukul dadanya dan Jeika hanya tergelak karena suka wanita itu cemberut.

Dan karena bayangan tentang bibir wanita itu, Jeika menjilat bibirnya sendiri di balik helm.

Merogoh sesuatu di dalam jaket, masih dengan satu tangan memegang stang motor, Jeika mendesah tidak menemukan rokok. Ia kemudian membelok motor ke depan minimarket, membeli satu bungkus marlboro, menyimpannya, kemudian berangkat menuju tempat kerja.

Range Rover yang terparkir di sana sudah tidak membuat Jeika bertanya-tanya. Itu milik Andra, pria yang akan menikahi Rhea dua minggu lagi. Dan baru saja ia turun dari atas motornya, menaruh helm di stang dengan asal, Rhea muncul dan melambaikan tangan.

Jeika melihat dirinya di kaca, berusaha agar tampil tetap rapi di depan Andra yang punya segalanya. Rambut yang diikat setengah, kaus dan jeans hitam yang robek di area lutut, setelan yang Jeika sekali. Jauh dari Andra yang selalu siap dengan kemeja, celana formal beserta jas.

Namun kepercayaan diri Jeika dalam berpenampilan tidak pernah surut, itu mengapa ia tetap berjalan santai ke dalam restoran, meski Andra yang duduk di stool tampak terlalu berwibawa.

“Selamat pagi, Jeika.” Andra menyapa dengan senyum, Rhea duduk di sampingnya.

“Pagi.” Jeika duduk di depan, meletakkan tasnya di stool lain.

“Minggu lalu, Rhea bilang kamu sedang membutuhkan pekerjaan.”

Benar. Bahkan sebelum itu, ia sudah mencari sendirian. Dan gagal karena rata-rata lowongan yang ia lihat, selalu membutuhkan tamatan sarjana, minimal yang memiliki ijazah SMA. Bagi pria seperti Jeika, yang hanya memiliki tubuhnya sendiri, alih-alih secarik ijazah atau sertifikat, sepertinya hanya diterima di tempat-tempat tertentu seperti restoran Rhea. Yang hanya menawarkan jasa pelayanan, dan memberikan upah seadanya.

“Dan Jeika setuju kalau aku minta bantuan ke kamu,” celetuk Rhea. Andra menyengir.

“Rhea sudah cerita ke kamu kalau saya punya pabrik kertas, kan? Untungnya, memang ada lowongan. Kami sedang membutuhkan orang yang bisa bawa mobil alat berat.”

Melihat Jeika masih bergeming, Rhea menambahkan, “Semacam excavator gitu, Jei.”

Andra mengangguk. “Ada dua pilihan, kamu mau bawa Forwarder, yang membawa kayu yang sudah ditebang, atau Buncher penebang. Nanti akan saya ajari bagaimana cara bawa mobilnya. Tapi lumayan jauh, lokasinya di Riau.”

Melihat Jeika menaikkan alis, Rhea melirik Andra. “Yang di Bogor gimana? Nggak ada lowongan, ya?”

“Kurang tau, yang dikabarin Nayan kemarin cuma lowongan di Riau,” sahut Andra sedikit berbisik.

Rhea mendecak kesal. “Kamu pastiin dong yang di Bogor. Jeika ada istri di Jakarta, masa ditinggalin. Kalau kamu jadi Jeika, kamu bakal ninggalin aku?”

“Nggak gitu, Sayang. Sebentar, aku telepon Nayan, ya.”

Andra pamit untuk menelepon, Jeika menanggapi dengan senyum tipis. Waktu yang diberikan Ayah hanya dua bulan, dan sudah melewati satu bulan lebih, Jeika belum mendapatkan pekerjaan yang pantas, yang benar-benar pantas menurut kriteria mertuanya itu.

Andra kembali dengan senyuman hangat, mengacak rambut Rhea sekilas.

“Ada. Bagian gudang, nanti milah-milah bahan baku yang akan diproses jadi kertas. Kamu bisa, Jeika? Kalau mau nginap di sana boleh juga, ada mes karyawan.”

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang