Jei, please!

2.1K 297 103
                                    

"Cause all of me loves all of you, love your curves and all your edges, all your perfect imperfections"

-John Legend-



Seribu meter jauhnya dari rumah Ayah dan Ibu, Jeika yang berkendara menatap kedua tangan yang kini mendekapnya hangat dari belakang. Tangan istrinya itu—walau mengurus tetap lentik dan lembut.

Jeika membawa salah satu jemari tersebut untuk dikecup, dilepaskan kembali untuk ia selipkan di dalam saku jaketnya.

“Jei…” Lisa memanggil, masih memeluknya erat dari belakang.

“Hm?”

“Aku pikir … kita gak akan kembali kayak gini lagi.”

Lebih buruk daripada itu, Jeika bahkan berpikir bahwa mereka akan cerai lalu ia mati karena sekarat. Ia meloloskan tawa kecil, menepikan motor di dekat taman yang sudah cukup dekat dengan rumah mereka.

Ia membawa Lalisa turun, duduk di tempat duduk berbahan kayu yang disediakan untuk pengunjung taman. Dua telapaknya membingkai wajah wanita itu, mencondongkan tubuh untuk memberi kecupan di dahi, disusul di kedua pipi, ujung hidung, terakhir di bibir.

“Makasih udah milih aku,” gumamnya, mengulas senyum.

“Aku akan selalu milih kamu, Jei.”

Jeika menelengkan kepala, tersenyum jenaka. “Kenapa?”

“Karena … aku gak punya alasan untuk ninggalin kamu. Selama bareng kamu, aku gak pernah kekurangan apa pun. Kamu selalu berusaha untuk ngasih apa pun yang aku minta, walaupun aku tau kamu kesusahan banget buat nyanggupinnya.”

Jeika mengangguk. “Itu kewajiban aku sebagai suami kamu.”

“Dan kewajiban aku juga untuk jadi istri yang selalu berada di sisi kamu.”

Jeika menangkup jemari Alisa dengan tangannya yang besar, kemudian membawanya ke depan bibir untuk dikecup. “Aku minta maaf udah marah-marah sama kamu waktu itu.”

“Aku selalu maafin kamu, Jei.”

“Terus kenapa chat aku gak dibales-bales sampai sekarang? Aku nelepon juga nggak diangkat.” Jeika bertanya lembut.

Kedua alis wanita itu bertaut seolah ia tidak mengatahui apa pun perihal tersebut. “Aku minta maaf, Jei. HP aku disimpan sama Ibu.”

Jeika memejam sebagai usaha untuk menenangkan dirinya dari rasa marah yang mudah tersulut. Ia tidak boleh memikirkan kejahatan Ibu sekarang, maupun nanti, tidak juga esok dan seterusnya.

Senyumnya tertarik lebar. “Siap pulang ke rumah kita?” Ia menggenggam kedua tangan Lalisa, mengusap-usap punggung tangannya dengan jempol.

“Hm!” Lalisa menjawab bersemangat.
Jeika terkekeh, mendekatkan diri untuk mengecup dahi wanita itu.



🌷🌷



“Jadi nanti kamu juga punya tugas untuk mempersiapkan keperluan perjalanan Bapak, misal transportasi ke antar kota, antar negara. Nanti kamu yang bakal urus.”

Jeika mengangguk pada penjelasan Marissa—sekretaris Andra, walau setengah pikirannya berkeliaran pada Lalisa yang belum memberi kabar dari pukul 11 tadi sampai sekarang—pukul 3 sore.

Ia berani bersumpah bahwa kehilangan Lalisa semenit saja sudah membuatnya kelimpungan dan ini sudah berjam-jam. Pemikiran bahwa istrinya dibawa kembali oleh mertuanya, membuat fokus Jeika berantakan.

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang