"All i need is love, all i need is a word. All I need is us, you turned nouns into verbs, to verbs"
-Sia-
Apa yang akan dilakukan Gary, bila Spongebob terlihat buru-buru, sibuk, bergumam sendiri di depannya? Here’s the answer. He’ll just be quiet, look at Spongebob and come closer.
Seperti wanita yang baru saja bangun dari tidur, dengan mata memerah ala Gary, dan rambut acak-acakan. Ia hanya menatap Jeika yang pagi ini terlihat seperti sedang mengangkut sesuatu, untuk dipindah ke tempat lain.
“Morning.” Satu kecupan Lalisa terima di pelipisnya. “Tidur lagi aja kalau masih ngantuk.”
Kecupan lain singgah di bibirnya, sebelum Jeika kembali keluar dari dalam kamar dengan box di kedua tangan. Lalisa merebahkan tubuhnya kembali, masih terserang kantuk berlebihan. Ia menggulung tubuh dengan selimut, memejam, dan—hampir-hampir terlelap, yang kemudian gagal karena satu ingatan bahwa ia harus memasak.
“Jam tujuh!” serunya serak.
Ia bergegas memasuki kamar mandi, menggosok gigi dan mencuci muka. Ia lakukan secepat kilat. Bangun di jam tujuh adalah kabar buruk. Karena ia harus menyiapkan ini itu, dan mustahil ia bisa tepat waktu. Tapi—matanya mengerjap lambat, masih mengantuk. Ini karena Jeika yang membujuknya semalam!
“Sayang. Di kamar mandi?”
“Hm.”
Ia menyeka wajah dengan handuk khusus, kemudian menghampiri Jeika yang duduk di sofa, memeriksa ponsel, dan memangku nampan berisi … sarapan.
“Kamu masak?”
Jeika meletakkan ponsel, meraih Lalisa agar duduk di sampingnya.
“Cuma nasi goreng, dan telur mata sapi spesial. Nggak apa-apa, kan?”
Lalisa mengerjap. Jeika menambahkan, “Capek, ya?”
Lalisa mengerjap lagi, cepat. Sementara sebelah sudut bibir Jeika tertarik ke atas, menambahkan, “ Makanya jangan lepasin bra. Bahaya buat kamu, lebih bahaya buat aku.”
Ketika Lalisa mendengkus dan membuang wajah, Jeika terkekeh geli. Selalu menyenangkan dapat menggoda wanita itu, rasanya selalu sama, selalu berakhir gemas, dan ingin menerjangnya ke tempat tidur. Andai saja hari ini ia tidak bekerja.
“Kenapa sendoknya cuma satu? Piringnya juga.”
“Biar kamu bisa nyuapin.”
Lalisa menaikkan alis. “Kenapa jadi manja gini?”
“Nggak tau. Mungkin karena semalam udah ketemu Baby, jadi manjanya nular, deh.”
Jeika terbahak saat Lalisa mengangkat sendok, hendak memukul kepalanya dengan itu. Namun, meski masih sepenuhnya kesal, Lalisa tetap menyuapi pria itu, karena merasa bersalah juga, bangun tidak tepat waktu. Harusnya, memasak sarapan adalah tugasnya, bukan Jeika.
“Kamu beneran mau keluar sama Rose?” tanya Jeika setelah menelan sesuap nasi goreng yang dikunyah kurang dari sepuluh detik di dalam mulut.
“Iya. Katanya mau main ke rumah juga.”
“Rumah kita?”
“Iya. Sebentar.”
Jeika mengerutkan dahi. “Cuma rose?”
“Nggak. Nanti Jenni juga ikut, Tomi juga.”
“Tomi juga?”
Lalisa mendecak. “Iya. Tomi. Kenapa, sih? Kan udah pernah aku jelasin dia nggak suka perempuan. Aku juga udah nolak tawaran yang kemarin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Dandelion✔
RomanceIni tentang Jeika dan perjuangannya dalam mempertahankan pernikahan. Jeika will do anything, because Lalisa is his everything. Cover inspired by mozzarara.