"You always try to hide the pain, you always know just what you say. I always look the other way"
-The Weeknd-
Lalisa mengalami keguguran karena tersandung di eskalator. Tanpa sepengetahuan Jeika, ia pergi bertemu Rose untuk sekadar berjalan-jalan untuk menghilangkan penat. Mungkin, saat itu semuanya sudah ditakdirkan untuk terjadi, sebab pada hari-hari sebelumnya ia tidak pernah ingin keluar dari rumah jika bukan Jeika yang mengajak pergi.
Namun, pada hari itu, ia bahkan memakai block heels miliknya, yang sudah jauh-jauh hari Jeika simpan agar tidak dipakai. Dan karena kurang fokus, tangga eskalator yang masih bersisa satu, tidak ia perhatikan. Ia terjatuh karena mengira tangga terakhir itu adalah lantai untuk berpijak. Akibatnya, block heels-nya bergetar, ia terjatuh dengan perut membentur lantai marmer.
“Jei…”
“Hm.” Jeika masih fokus mengemudikan mobil, satu tangan pada setir, tangan lain digenggam wanita di sebelahnya.
“Aku lebih suka kalau kamu bawa motor.”
Jeika menoleh. “Kenapa gitu? Kalau di mobil kan kamu nggak lagi kedinginan. Nggak perlu repot-repot masukin tangan kamu ke saku jaket aku, dan nggak ngerusak tatanan rambut kamu yang susah payah kamu catokin.”
Lalisa tertawa ringan. “Kalau naik motor, aku bisa peluk kamu dari belakang, bisa sandaran sama kamu. Sedangkan kalau di mobil kita cuma bisa pegangan tangan, nggak tau cara meluknya gimana…”
“Segitu penginnya meluk aku?” kekeh Jeika.
Lalisa mendengkus, mengalihkan pandangannya.
“Bisa kok kalau kamu emang pengin banget peluk aku. Tunggu mobilnya berhenti. Soalnya aku mungkin nggak akan tinggal diam aja kalau kamu udah gemesin kayak gini.”
Lalisa mendecak. “Bisa nggak pikirannya itu jangan diisi sama bulan gosong terus?”
“Siapa bilang pikiran aku diisi sama bulan gosong. Isinya kan cuma kamu.”
Melihat Lalisa mendengkus lebih keras, Jeika tertawa. Ia mengulurkan tangan, mengacak rambut wanita itu dengan gemas.
“Udah aku catokin, ih!”
“Iya. Maaf, Tuan Putri.”
Sesampainya di depan rumah berpagar cokelat, Jeika menghentikan laju mobil. Ia membantu Lalisa melepas seatbelt lalu menaikkan alis saat wanita itu seolah enggan untuk turun.
“Jadi, aku beneran nggak bisa ikut kamu, ya? Aku nggak minta apa-apa, deh. Serius,” ucap Lalisa dengan bibir mengerucut.
“Nanti bosen.”
“Kan bisa ngobrol sama Rhea, bisa nyanyi juga sama Jamal.”
Jeika melipat tangan di depan dada. “Oh, jadi karena Jamal, nih?”
“Nyanyi sama kamu, maksudnya…”
“Nggak usah. Kamu sama Jenni aja, cerita-cerita. Nanti aku jemput.”
“Mau apa? Es krim? Milkshake?” sambungnya saat Lalisa semakin cemberut.
“Nggak. Nggak perlu.”
“Nggak perlu tapi cemberut.”
Lalisa membuka pintu mobil, turun dari sana lalu menutupnya kembali.
“Bibirnya jangan dimaju-majuin gitu di depan orang lain. Di depan aku aja. Takutnya ada yang nyosor.”
“Kamu doang yang suka nyosor-nyosor!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs. Dandelion✔
RomanceIni tentang Jeika dan perjuangannya dalam mempertahankan pernikahan. Jeika will do anything, because Lalisa is his everything. Cover inspired by mozzarara.