Yellow Bird

4.3K 696 284
                                    


"Darling i care, i care for you. More than my own self"

-Skip Marley-

Jeika sudah tampil rapi dengan bucket hat, jaket hitam dan boots senada. Kali ini ia menggunakan motor, mobil tetap di carport, karena Lalisa sedang tidak ingin pergi ke mana-mana. Seperti keinginan Ayah, mobil itu hanya bisa Jeika bawa jika Lalisa hendak pergi ke suatu tempat. Tidak ada alasan baginya untuk memanfaatkan mobil tersebut untuk dirinya sendiri.

"Yang kuning, kan?" tanya Jeika perihal burung yang mereka bahas semalam.

Lalisa mengangguk. "Tapi kalau kamu nggak bisa, nggak usah dipaksain."

"Bisa. Aku usahain."

Lalisa tersenyum simpul, mengecup pipi Jeika sebagai salam perpisahan. Pria itu menyeringai samar, lantas menurunkan kaca helm dan membawa motornya melalui pagar rumah.

Seperginya Jeika, Lalisa masuk ke dalam kamar. Ia membaca kembali isi chat dari Tomi, yang mengatakan bahwa ada agensi permodelan yang ingin menawarkannya kerja sama, sebagai model busana. Dalam hati, Lalisa menimbang-nimbang. Ia sangat ingin membantu Jeika, meringankan beban pria itu. Namun, ada kemungkinan Jeika tidak akan mengizinkannya.

Lalisa : Gue izin dulu sama Jeika.

Tomi : Okay. Tapi jangan lama-lama, ya. Pihak agensinya butuh konfirmasi.

Tomi adalah teman Lalisa sejak SMA, ibunya seorang perancang busana, sedangkan ayahnya seorang photographer. Bertahun-tahun, Tomi mengenal dunia model, sehingga memilih menjadi model tetap di sebuah agensi kenalan ayahnya, dan tidak berkuliah.

Tomi : Dan kalau bisa, Jeika harus ngizinin sih, haha.

Lalisa menghela napas, memilih berpikir bagaimana harus membujuk Jeika agar mengizinkannya bekerja. Lagi pula, akan membosankan jika hanya berdiam diri di rumah. Jenni dan temannya yang lain tidak akan selalu bisa menemaninya bertukar cerita. Jika ia meminta izin untuk kembali berkuliah seperti sebelumnya, Jeika dipastikan akan menolak keras.

Dulu, ia pernah berkuliah hingga semester tiga. Jurusan sosiologi adalah pilihannya saat itu, bukan pilihan Ayah maupun Ibu. Saat masih berpacaran dengan Jeika, ia sibuk kuliah, juga mengikuti himpunan mahasiswa sosiologi yang mengharuskan anggota untuk berpastisipasi hingga sore hari. Ia akan lebih sering makan di kantin, sesekali dengan Jeika jika pria itu punya waktu.

Perihal Jeika, pria itu tidak berkuliah, karena memang tidak layak. Dan karena pria itu bahkan tidak tamat SMA.

Lalu, ketika Jeika menjadi seorang pramuniaga di mall Jakarta , Lalisa tidak bisa melarang. Itu kemauan Jeika dan Lalisa akan senang jika Jeika juga senang.

Kemudian, kejadian tragis itu terjadi, Lalisa tidak tahu di mall mana Jeika bekerja. Jeika belum memberitahunya sebelumnya. Jadi, saat Indra ketua HIMASOS memintanya untuk menemani membeli perlengkapan himpunan di mall, Lalisa tidak menolak. Lalisa dan Jeika bertemu di waktu yang salah, Jeika mengira Lalisa berkhianat, berdebat dengan Indra dan memukuli pria itu membabi buta. Rasa cemburu Jeika terbakar, malam mereka bertemu untuk membahas kesalahpahaman, Jeika melakukan 'itu' padanya.

Lalisa menghindari Jeika berminggu-minggu, hingga perutnya yang berbentuk aneh ketahuan oleh Ibu. Ibu mencecarnya dengan banyak pertanyaan, begitu juga dengan Ayah meski saat itu sedang sibuk-sibuknya mengurus proyek baru perusahaan. Bahkan bangkai yang dikubur rapat dapat tercium, maka Lalisa memberitahu semuanya. Dan pada hari berikutnya Ayah menemui Jeika hanya untuk meninju pria itu dengan amarah luar biasa.

Orangtua Jeika bahkan syok karena tidak tahu-menahu. Setelah penjelasan panjang lebar, lima hari setelahnya mereka dinikahkan, hanya mengundang keluarga penting. Ayah memberikan sebuah rumah untuk mereka tempati lalu memberikan cukup uang agar mereka bertahan hidup.

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang