Dress

4.1K 665 213
                                    

"When the sadness leaves you broken in your bed, i'll hold you in the depths of your despair, and it's all in the name of love"

-Bebe Rexha-


Jeika sudah menyukai Lalisa sejak SMP. Pertemuan mereka kala itu, bisa dikatakan lucu, juga begitu canggung. Ia ingat bagaimana pertama kali mereka berbicara. Wanita itu, dengan permen tangkai yang tergenggam di jari, berjalan sambil menempelkan punggung ke dinding, membuat Jeika mengerutkan dahi.

Waktu itu mereka masih kelas tiga, pemikiran naif masih menempel keras di kepala. Jeika membelalak saat menemukan banyak noda darah di rok Lalisa. Dengan polos Jeika memanggil wanita itu, menunjuk roknya sembari berkata, “Kamu berdarah!”

Lalisa melotot, menjatuhkan permen tangkai rasa mangganya. Ia dengan cepat membekap mulut Jeika dengan kedua telapak tangan.

Wanita itu tampak cemas memperhatikan keadaan sekitar, lalu melepas tangannya dari mulut Jeika. Ketika wanita itu mendengkus dan memelototinya dengan mata penuh ancaman, Jeika merasa jatuh sedalam-dalamnya, hanya karena menatap mata gadis itu secara dekat, bibirnya yang tipis tapi sering mendesis tajam lalu alisnya yang mengerut ketika ia kesal pada sesuatu.

“Kamu jangan bilang-bilang!” seru Lalisa ketus.

“Bilang apa?”

“Jangan bilang kalau aku berdarah, awas aja kalau sampai keceplosan!”

Jeika mengerjap kaku lalu mengangguk, saat itu Lalisa seperti sedang menindasnya, padahal Jeika sudah baik memberitahu.

“Awas aja!” peringat Lalisa lagi, wanita itu terburu-buru masuk ke toilet, tapi kembali lagi untuk menghampiri Jeika yang masih terdiam seperti patung. Tanpa meminta izin, Lalisa dengan paksa membuka jaket yang dipakai Jeika lalu memakainya untuk diikat di sekitar pinggang.

“Pinjem.” Jeika hanya mengerjap, sedangkan Lalisa bergegas pergi setelah memungut kembali permen mangga yang sebelumnya menyatu dengan lantai.

Mungkin—hati Jeika tercuri saat itu, tapi tidak … Lalisa tidak pernah sudi menjadi maling sebuah hati. Jeika memberikannya sendiri, menjatuhkannya pada wanita itu dan selalu berharap bahwa hatinya akan dipungut seperti permen tangkai tersebut.

Berhari-hari setelah kejadian lucu itu, Jeika dihantui oleh Lalisa. Di detik-detik ketika ia melamun, bayangan Lalisa akan menyelip masuk, dan Jeika akan memikirkannya selama berjam-jam.

Ia benci kenyataan bahwa ia tidak bisa berpaling, ia bahkan menjadi seorang penguntit, karena ingin tahu banyak mengenai keseharian wanita itu. Setelah mengerti bahwa ia sedang berbunga-bunga, ia menceritakannya pada Mama.

“Ma, Jeika suka Lalisa…”

Mama yang tampaknya jengkel dengan bakwannya yang lengket di wajan dan susah dibalik karena dicuci kurang bersih oleh Sojin, berbalik dengan mata melotot.

“Heh! Masih SMP kamu!”

“Tapi Jeika suka banget, Jeika—”

Mama tidak mendengarkan, mulut berkomat-kamit dan rasa jengkelnya sudah memuncak. Mama memukul-mukul spatula ke telinga wajan, membuat bunyi berisik yang menggangu telinga.

“Sojin! Ke sini kamu! Cuci lagi wajannya sampai bersih atau kamu yang Mama bikin jadi wajan!”

Ketika Jeika telah duduk di bangku SMA, ia kembali mengadu pada Mama. Seragamnya masih menempel di badan, masih baru pulang sekolah.

“Ma, Jeika lagi suka sama perempuan.” Kali ini Mama sedang tidak di dapur, tidak sedang menggoreng bakwan, tapi menyetrika pakaian Papa yang kusutnya minta ampun.

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang