First time

4K 550 94
                                    

"The first time I saw your face, I thought the sun rose in your eyes and the moon and the stars were the gifts you gave"

-Celine Dion-

Lima tahun yang lalu. Mama masih terlihat sibuk menutup dua kotak makan yang keduanya sama-sama berwarna biru. Bedanya, salah satunya memiliki stiker iron man yang sedang mengacungkan satu tangan, bersiap terbang, satunya lagi polos, hanya ada garis lecet karena pernah terjatuh.

Suara langkah-langkah kaki dari kamar yang berbeda membuat Mama cepat-cepat menyendokkan nasi di tiga piring, untuk tiga lelaki di dalam rumah. Dari sudut mata, Mama bisa melihat Sojin tengah menarik kursi untuk dirinya sendiri, Papa sudah menyesap kopi yang diletakkan di atas meja, sementara Jeika memasang dasi dengan raut serius.

“Yash, cumi!” seru Sojin saat Mama menghidangkan dua mangkuk lauk.

“Ma, kenapa dicampur sama brokoli, sih?” gerutu Jeika dengan bibir mencebik.

“Dimakan,” pelotot Mama, melanjutkan menaruh kedua kotak bekal yang sudah tertutup rapi di atas meja.

“Punya Jeika nggak dikasih brokoli kan, Ma?” tanya Jeika.

“Kasih, dong. Brokoli itu sehat lho.”

Tapi—itu sayur musuh! Entah Mama yang tidak ingin ribet menghabiskan waktu mengecek sisi-sisi brokoli, atau memang kadang ada saja ulat kecil yang bersembunyi di sana. Tetapi setelah mengetahui pertama kali bahwa ada mahluk asing yang bertapa di dalam sayuran hijau tersebut, Jeika mendadak menandainya sebagai ‘sayur musuh’.

Mengangkat sendok di atas piringnya, Jeika berhati-hati memindahkan satu per satu potongan cumi yang dimasak bersama sayur musuh, kuahnya banyak, yang kata Mama—supaya tahan sampai sore.

Namun dengan sangat tega, atau Mama memang jelmaan Maleficent yang jahat, Mama menuang langsung sayuran itu ke atas piring Jeika, mengakibatkan pelototan disertai ringisan jijik keluar dari mulut Jeika.

“Papamu juga mau makan, nggak usah dilama-lamain!”

Mama nggak ngerti! Mama nggak akan pernah ngerti!

Sojin yang duduk tepat di sampingnya, menyuapkan potongan brokoli yang cukup besar ke dalam mulut, menyipitkan mata dan menggoyang kepala seolah itu adalah makanan yang paling lezat sejagad raya. “Uhmm, delicious, delicious, Mommy.”

Euw. Seandainya Jeika punya sisa makanan di dalam perut, alih-alih hanya segerombol pengemis yang berdemo meminta nasi, ia akan memuntahkannya. Sojin hanya tidak tahu kalau di dalam mulutnya sekarang, atau di kerongkongannya, telah tersangkut makhluk kecil tak kasat mata.

“Iya, dilihatin aja biar terlambat,” ancam Mama. Jeika merengut, memisahkan nasi yang masih belum terserang kuah, menyuapkannya ke dalam mulut.

“Sayurnya di makan!”

Jeika menggerutu di dalam hati. Dengan pasrah menaruh satu brokoli di atas sendok, mengamatinya lamat-lamat dan mengunyahnya secepat kilat.

Ia dengan terburu-buru, meneguk satu gelas air putih, seperti bila tidak melakukannya, ia akan dioperasi pagi ini.

Potongan berikutnya, ia lakukan seperti sebelumnya. Hingga semua sayur musuh telah masuk ke dalam perut, ia merasa bahwa perutnya telah menjadi sebuah bendungan, terlalu banyak air.

Begitu proses sarapan yang dilakukan setiap hari selesai, ia bergegas menggendong ransel, dan naik ke sepeda yang sama dengan Sojin. Sepeda merahnya rusak, akan diperbaiki Papa hari ini, katanya.

Mrs. Dandelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang