"Jaga dirimu baik baik selama aku tak menjagamu disini."
Itu adalah pesan dan kalimat terakhir dari Arunda sebelum wanita itu pergi. Kini sudah dua hari Amora mendekam di rumah. Sejujurnya ia bosan, tak ada yang bisa dilakukannya selain membuat kue.
"Wah gila, bosan banget edyan!"
"Katanya bakalan ada pembantaian, lah mana?" Tanya Amora pada dirinya sendiri sambil mengintip dicelah celah jendela.
"Pengin keluar, tapi katanya kaga boleh." Gumamnya bimbang.
"Keluar aja deh." Putus Amora lalu mengambil jubahnya dan keluar dari rumah.
Amora membuka pintunya, matanya celingak celinguk melihat sekitar rumahnya. "Lagian inikan plosokan yak, mana mungkin bakalan ada bunuh bunuhan di plosok kek gini." Gumamnya lagi.
"Eh tapi jaman penjajahan di Indo dulu pelosok juga kena jajah."
"Bodo amat dah, jalan jalan aja kita."
Amora mengunci pintu rumahnya. Langkah kakimya dengan semangat, wajahnya berseri seri.
Walaupun tak ada pembantaian seperti desas desus yang dikatakan akan tetapi jalanan disekitar pemukiman nya sangat sepi. Mungkin orang orang mempercayai hoax yang tersebar itu, pikirnya gampang.
Amora terlihat acuh tak acuh pada sekitarnya. Dirinya tak tahu bahwa sebenarnya pembantaian memang akan terjadi.
Sayangnya peristiwa itu akan terjadi siang ini, dan Amora berkeliaran ditengah hari sendirian.
Tanpa Amora sadari tepat dibelakangnya terdapat sesosok lelaki berpakaian serba hitam tengah membuntutinya. Dengan sekali gerakan lelaki itu membuat Amora pingsan ditempat.
***
"Apakah pasukan untuk menjaga perbatasan sudah dikerahkan?"
"Sudah Jenderal."
"Ak-"
"JENDRAL!"
Ucapan Bryton- sang Jenderal terhenti ketika melihat wanita berpakaian baju zirah besi berteriak dan berlari kearahnya.
"JENDERAL APA MAKSUDMU?!" Teriaknya marah tepat didepan wajah Bryton.
Jenderal militer tersebut menaikkan alisnya. Pandangannya tajam menatap wanita yang berani berteriak diwajahnya itu.
"KAU BERJANJI AKAN MENGIRIMKAN PASUKAN UNTUK MENJAGA PELOSOK DESAKU, LALU MANA?!"
"ADIKKU MENGHILANG DARI RUMAH KARENA TIDAK ADA YANG MENJAGA DAERAH DESAKU!"
"Bagaimana ini?" Ucapnya terisak lalu jatuh. Wanita itu Arunda, ia pergi kerumah Amora karena merasakan perasaan tak enak sedari kemarin.
"Maaf, maaf Joy, tolong maafkan aku." Gumamnya terisak.
Karena merasakan perasaan tak enak, Arunda memutuskan kembali pulang dan melihat desa yang ditempati Amora. Setelah sampai disana ia dibuat terkejut karena melihat mayat berserakan dimana mana.
Pikirannya kalut, Arunda memastikan bahwa mayat mayat ini masih dalam keadaan baru. Tapi ternyata perkiraannya salah, sebagai tangan kanan Jenderal ia sudah pasti tau bagaimana ciri ciri mayat yang mati dan sudah berapa lama mayat itu mati.
Dan perkiraannya adalah bahwa pembantaian itu terjadi setelah dua hari yang lalu. Sedangkan sekarang sudah hari kelima ia berada di tenda peperangan.
Setelah ia memastikan rumah yang ditempati Joy yang ternyata tak berada dirumah, ia pun memacu kudanya secepat mungkin untuk sampai di tempatnya berkumpul.
"Sekarang bagaimana? Kau bilang akan menjaga adikku, sekarang dimana adikku?" Sentak Arunda.
"Kami sudah mengirimkan pasukan untuk menjaga daerah desamu, akan tetapi sepertinya ada kendala yang mereka alami sehingga membuat mereka tak tepat waktu." Ujar Sean, lelaki yang sedari tadi berada disamping Bryton.
Arunda yang mendengar hal itu menjadi marah, tangannya terkepal kuat dan pandangan matanya menatap tajam dua lelaki yang ada disampingnya.
"DAN KENAPA KALIAN TAK MEMBERITAHUKU?!"
"LELAKI BADEBAH!"
"Arunda tenanglah, didepan mu ada Jenderal. Jangan begitu." Peringat Sean takut jika tuannya ikut tersulut kemarahan.
"Persetan! Akan kucari adikku sendirian dan jika adikku terluka akan kubunuh kalian semua!" Tekannya marah lalu pergi dari sana.
Wanita itu bertekad untuk mencari Amora sendirian, tak peduli jika ia harus mengorbankan nyawanya. Arunda sama sekali tidak peduli!
"
Dan kau meninggalkan peperangan yang sedang berlangsung hanya untuk mencari adikkmu? Dimana janji ksatria yang pernah kau ucapkan?" Ucapan remeh yang berasal dari Bryton berhasil menghentikan langkah Arunda.
Arunda berhenti, tangannya kembali terkepal kuat. Kemudian berbalik badan dan menatap mata lelaki di depannya yang sayangnya adalah atasannya.
Arunda tersenyum sinis.
"Dan dimana janji yang kau katakan bahwa akan melindungi masyarakat? Apa kau sudah memenuhinya?"
"Kau berjanji akan menjaga adikku dengan darahmu sendiri dan ternyata kau ingkar janji." Ucapnya dingin.
Gemii kepikiran klean mulu
Ini ceritanya gemi bakal double up tapi gatau deh nanti gimana.Vote komennya sayang
SEHATT BUATT KLEANN♡
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORA
Fantasi---------------- Di sisa sisa kesadarannya Amora berucap. "Jika hidupku hanya dipenuhi luka lantas untuk apa aku hidup?" ---------------- Peringkat Paling Mengesankan [17-02-2023] 🥇#1-indonesiamembaca [25-02-2023] 🥇#1-sejarah [24-03-2023] 🥈#2-ka...