ONE

1.5K 83 1
                                    

"Kau menelpon untuk kelima kalinya pagi ini." Seru Jeno sebal. Mengangkat panggilan untuk kesekian kalinya dari orang yang sama.

"Ketahuilah itu karena aku begitu khawatir denganmu, bodoh!" Balas dari seberang. Sebut saja Lee Haechan, yang tak lain adalah sepupu sekaligus temannya di tempat sebelum dia tinggal.

"Tidak diizinkan khawatir tanpa mengirimkan uang, kau tahu?" Jeno menyeringai sinis. Membuat Haechan masih saja tertawa renyah seolah menunjukkan begitu merindunya dia pada sosok pria cuek sekaligus kurang ajar. Untung saja dia menawan.

"Kau sudah makan?" Berganti ke pertanyaan lainnya.

"Untuk saat ini sudah, tidak tahu kalau besok."

Jeno mungkin paham mengingat keadaannya saat ini yang tidak seperti dulu yang bangun tidur sudah tersedia makanan di rumahnya. Namun memutuskan tinggal mandiri ternyata sesulit yang dia kira. Apalagi tanpa modal yang cukup. Untuk bisa makan atau tidak keesokan harinya, Jeno tidak tahu.

"Aku mungkin bisa mengirimimu lusa, jadi hematlah sampai besok."

Sebuah pernyataan dari sepupu tersayangngnya seakan membuatnya ingin berteriak di kantin Universitas. Haechan selalu baik seperti biasa. Dibanding menanti kiriman orang tuanya, Haechan lebih bisa diandalkan.

"Bagaimana kampusmu?" Ganti Jeno yang bertanya. Rasanya kurang ajar jika sudah diperhatikan sebegitu baiknya ia justru masih bertingkah acuh.

"Biasa saja, tidak ada teman yang selalu kurecoki selain dirimu."

"Kau belajar hukum bukan?"

"Iya."

"Bagaimana hukuman untuk kejahatan pemerkosaan?" Pertanyaan yang langsung saja keluar dari mulut Jeno.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?" Yang diseberang merasa kebingungan.

"Jawab saja." Desaknya. Sejujurnya efek kejadian semalam membuatnya cukup traumatis. Walau bukan dirinya sendiri yang mengalaminya, tapi wajah itu seolah menyimpan kisah pilu tersendiri.

"Hukumannya macam-macam. Jika korban melaporkan dengan bukti-bukti beserta saksi yang kongkrit pelaku bisa dijerat hukuman. Tapi kebanyakan di negara kita, korban justru menyimpannya sendiri alhasil pelaku masih bebas berkeliaran." Penjelasan dari seberang dia tangkap dengan baik.

"Jen, kau tidak melakukannya kan?"

"Aku menyaksikannya."

"Woah... Kirimi aku link."

Barangkali yang Haechan kira adalah dia baru saja menonton vidio porno bergenre hard atau kekerasan. Tapi ketahuilah ini lebih dari yang pernah dia saksikan di film. Bagaimana pelaku memilih tempat terbuka menunjukkan tidak adanya moral sama sekali.

"Aku mau masuk kelas. Ku tutup dulu teleponnya."

"Hei Lee Jeno, jangan berbohong. Tidak ada mata kuliah yang mengambil waktu sore hari."

"Jangan lupa kirimi uangnya lusa, sampai jumpa." Jeno buru-buru menutup telepon ketika netra matanya turut memperhatikan sosok yang berjalan dengan langkah arogan bersama dua temannya yang lain. Jeno tidak mengenal dua temannya itu, tapi satu sosok yang menonjol, itulah yang bernama Na Jaemin.

Tidak mungkin dirinya salah lihat bahwa seseorang yang dia lihat semalam mempunyai paras yang sama dengannya. Bedanya jika kemarin dia melihatnya dalam keadaan tidak berdaya, kini justru terlihat baik-baik saja. Ya sebut saja, Jaemin termasuk salah satu mahasiswa populer di kampusnya. Wajah manis itu seakan merebut semua atensi umum, terlebih dengan bulu mata lentik atau kulit seputih susunya.

ANIMAL - NOMIN MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang