SEVENTEEN

560 50 13
                                    

Mark tidak dapat menyembunyikan senyumnya pagi ini. Suasana hatinya begitu baik sehingga membuat langkah kakinya pergi ke konter dapur membuat sarapannya sendiri. Tanpa sadar mulut itu bersiul menyenandungkan sebuah lagu sembari mengetuk-ketuk meja dengan sumpit hingga tercipta sebuah harmoni. Ia menyiapkan dua piring, jaga-jaga jika adiknya terbangun dengan kondisi perut lapar seperti dirinya. Disiapkan juga segelas susu sebagai tenaga tambahan energi terlebih karena aktivitas berat.

Lebih tepatnya aktivitas berat lagi menyenangkan.

Jika ditanya siapakah alasan dibalik suasana hatinya yang baik, tentu saja Jaemin adalah jawaban. Sungguh terlampau sering dirinya menghabiskan malam dengan Jaemin, bercinta dengan gaya apa saja namun tidak pernah membawanya dalam kondisi sebaik ini. Karena untuk pertama kalinya Jaemin memintahnya sendiri. Memandangnya dengan sorot penuh cinta dan damba hingga keduanya melebur dalam satu malam penuh nikmat.

Mark tidak akan pernah melupakan malam itu. Malam dimana adiknya mampu menatap matanya bukan dengan sorot ketakutan melainkan sorot penuh puja. Mengatakan baik raga dan jiwanya adalah untuknya seorang, Jaemin sudah lelah, dan pada titik pasrah tersebut dia mencoba menerima segala cinta yang diberikan kakaknya tanpa adanya perlawanan.

Seolah pernyataan cintanya sudah diterima, bukankah ini yang dilakukan sepasang kekasih untuk menyenangkan cintanya. Jaemin sangat menyukai omelet buatannya. Itu sebabnya dia berniat membuat sarapan dengan tangannya sendiri sebelum mengantarkan ke kamar.

"Buatkan satu untukku juga yah." Tanpa sadar suara itu mengejutkannya. Lucas datang dengan senyuman lebar di wajahnya lantas memilih duduk di meja makan.

"Kau punya tangan untuk membuatnya sendiri." Balas Mark.

"Apa yang terjadi, kau tampak manusiawi pagi ini?"

Pertanyaan yang seharusnya tidak perlu jawaban karena Lucas tahu, baik atau tidaknya mood paginya seorang Mark Lee itu tergantung pada Jaemin. Entah pelayanan apa yang dilakukan anak malang itu, karena tidak biasanya Mark se-sumringah ini bahkan sampai bersiul segala.

"Kau masih menyimpan toko bunga langgananmu kan? Berikan satu buket mawar merah muda untuk Jaemin."

"Wah ada apa ini, aku semakin curiga?"

"Ku bunuh kau jika mereka ada di sini!"

Melihat reaksi Mark membuat dugaan Lucas kian benar. Kapan lagi melihat sang tetua Panther salah tingkah begini? Telinga merah serta mata yang sengaja dibuat menukik tajam. Jika para anggota Panther yang lain ada di sini,  pria itu bisa kehilangan wibawanya.

"Sudah ku katakan kau hanya perlu bersikap lembut untuk memenangkan hatinya." Lucas berucap lagi. Selagi yang lain belum tiba, ia gunakan pagi ini menjadi ajang deeptalk antar sahabat lama.

"Kau itu kaya, uangmu banyak tapi sekalipun kau tidak pernah menyenangkan dirinya. Kau sibuk pada kepuasanmu sendiri tanpa sadar bahwa nikmatnya mencintai itu juga tak kalah penting."

"Begitukah?"

"Tentu saja. Kau harus belajar padaku bagaimana cara menyenangkan pasangan."

"Baiklah pujangga, jadi apa yang sedang kau lakukan pagi-pagi disini?" Sahut Mark tidak tertarik atas semua omong kosong itu. Sebagai gantinya ia lebih memilih menanyakan motif Lucas.

"Aku ingin minta uang. ATM ku limit."

"Ambilkan dompetku di sana." Secepat itu Mark menyuruhnya mengambil dompetnya yang tergeletak di kabinet ruang tengah. Begitu Lucas menyerahkan, ia langsung dilempari satu buah black card unlimited. "Pin nya masih sama."

Lucas lantas menyunggingkan senyum. "Kau tidak tanya untuk apa kugunakan uangku?"

Tidak, Mark tak pernah menanyakan urusan anak buahnya jika itu soal uang yang diminta. Maka dari itu Lucas berinisiatif menjawab sendiri.

ANIMAL - NOMIN MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang