FIFTEEN

726 48 2
                                    

Tampaknya Jeno perlu meyakinkan matanya sekali lagi untuk melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang. Seumur hidup dia tak pernah mengenal keberuntungan. Dua pilihan dalam situasi sulit adalah menjalaninya dan melupakannya. Tapi nampaknya kali ini Tuhan lebih berpihak padanya.

Sosok indah itu berjalan ke arahnya. Lagaknya penuh arogansi, mengusir pelacur juga penari striptis yang ada di kamar ini. Jeno melihat langsung perdebatan itu seolah dirinya memang sedang diperebutkan. Hingga hal itu berakhir mudah, karena sosok cantik itulah pemenangnya.

"Wajahmu kelihatan kecewa saat aku datang." Ucapnya berdiri di hadapan Jeno.

Butuh beberapa detik bagi Jeno untuk menyadarkan diri bahwa orang yang sempat ia kagumi adalah Jaemin. Tersenyum manis sebelum melanjutkan dengan ungkapan menyebalkan.  "Atau kau memang menyesal karena aku mengganggu upacara pelepasan keperjakaanmu?"

"Lupakan." Jeno memilih abai. Tubuhnya membelakangi Jaemin, kembali mengancingi kameja yang sempat dibuka oleh pelacur tadi. "Kau tidak di sini tadi."

"Lebih tepatnya Mark mengurungku agar tidak bertemu siapapun." Jawab Jaemin memberikan pembelaan.

"Lalu apa yang membuatmu di sini?"

"Kau masih bertanya?"

Tidak perlu Jaemin memberitahu alasan itu. Faktanya dia keluar diam-diam dari kamarnya melewati jendela. Menyetop taksi lantas membawanya ke tempat ini. Jaemin sangat paham definisi pesta yang Mark maksud, tapi Jeno tidak. Maka firasatnya tak pernah salah ketika dalam pengamatan diam-diamnya Mark benar-benar menyewakan pelacur untuk Jeno.

Jaemin pun bukan tanpa alasan menyabotase kamar ini. Ia hanya melihat bagaimana Jeno yang tampak keberatan diseret oleh para mucikari itu. Itulah yang membuat Jaemin dengan sangat percaya diri ikut masuk dan mengusir para penganggu itu.

"Aku kesulitan memahami mereka dan kelakuan binatangnya."

Sekarang mereka terlibat obrolan santai. Duduk berhadapan dengan menceritakan apa yang terjadi tadi. Termasuk dengan adegan anak di bawah umur yang diperjual belikan tadi. Jeno hanya tidak tahu, bahwa Jaemin pun ditiduri saat usianya 13 tahun. Jika pada saudara sendiri pun mereka bisa lebih sadis, apalagi dengan orang lain?

"Kelihatannya bukan seperti pesta perayaan lagi, tapi pesta penjerumusan."

"Kau baru sadar, Jen?"

"Aku sudah sadar tapi tak ku kira akan separah ini."

"Sangat sulit juga lepas dari mereka tanpa rencana yang matang." Balas Jaemin. Mengingat rencananya untuk kabur kemari pun butuh rencana yang matang. Kebiasaan pulang Mark setelah mabuk adalah tengah hari karena dia pun akan melakukan hal yang sama, –menyewa pelacur dan menyetubuhinya hingga brutal.  Itu berarti dia masih punya waktu 10 jam dari detik ini.

"Aku masih mengharapkanmu ngomong-ngomong." Sambungnya jujur. Menatap wajah Jeno penuh harap.

"Dan kau tak salah menaruh harapan itu." Balas Jeno tersenyum.

Mereka sudah pernah membahas ini saat di apartemen Jeno namun tidak terlalu detail karena itu dilanjut dengan ciuman panas mereka berdua. Bagaimana pun Jeno sudah berjanji untuk membebaskan Jaemin disini.

"Entah bagaimana caraku membayarmu nanti." Ucap Jaemin.

"Memangnya kau punya apa?" Niat Jeno untuk menggodanya diselingi senyuman. Tapi nyatanya lupa dia berhadapan dengan siapa.

"Tubuhku?"

Seketika Jeno menelan ludah. Jika itu yang ditawarkan bagaimana ia sanggup menolaknya, –maksudnya dengan keadaan Jaemin yang sekarang. Memakai kameja putih dengan dua kancing teratasnya yang sengaja dibuka, benar-benar menunjukkan leher jenjangnya yang dihiasi kalung mutiara. Jeno tahu, alih-alih Jaemin yang sengaja menggodanya dengan semakin mendekat ke arahnya, ia pun memilih mundur.

ANIMAL - NOMIN MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang