SIXTEEN

784 50 3
                                    

"Kau benar-benar mengusirku Jen, really?" Ucap Haechan yang seolah belum sadar atas apa yang terjadi dengan dirinya saat ini.

Ia berdiri di tepi peron stasiun dengan tas besar berisikan pakaian di bawah kakinya. Dibangunkan pagi-pagi dikiranya Jeno akan mengajaknya jalan-jalan ternyata justru menyuruhnya pulang. Jeno memang tidak main-main atas ancamannya mengembalikan Haechan ke kampung halaman. Semua ini karena sikap keras kepala Haechan yang tidak menurut itu.

"Aku tidak bisa menjagamu, Haechan." Jawabnya, mengecek jam dan menunggu kereta berikutnya lewat. Masih 15 menit lagi, dan Jeno harus benar-benar memastikan Haechan masuk ke dalam kereta. Itulah sebabnya dia harus mengantarnya sampai ke dalam.

"Berkali-kali ku bilang, aku sudah besar dan tidak perlu dijaga."

"Badanmu saja yang besar, pikiranmu masih seperti anak kecil."

"Kau benar-benar ingin aku dinikahkan dengan Tuan tanah itu yah?" Tantangnya lagi.

Jeno menarik napas panjang. Alasan yang sama saat ia menerima Haechan datang ke kota ini. "Setidaknya dia lebih baik dari pada orang itu."

"Orang itu? Maksudnya Mark?"

Tidak usah dijelaskan. Haechan datang ke Club itu atas undangan dari Mark. Berdalih ada pesta yang diselenggarakan untuk Jeno walaupun akhirnya ia pun menerima kekecewaannya di sana. Haechan tahu hubungan Mark dan sepupunya itu hanyalah sebatas bos dan anak buah. Itulah sebabnya Jeno tidak bisa menantang Mark lebih jauh. Dedikasi Jeno untuk melindunginya sangatlah tinggi. Membuatnya lagi-lagi menyesal atas apa yang terjadi selanjutnya setelah pesta itu.

Tapi tetap saja, Haechan tidak mau pulang!

"Jika ini kulaporkan padanya, kau akan dalam masalah." Alih-alih mengancam, Jeno sama sekali tidak peduli dengan kata-katanya.

"Barangmu tidak ada yang ketinggalan kan?" Jeno berusaha mengalihkan bahasan.

"Jika kau menginginkan Jaemin, kau bisa mempergunakanku, Jen."

"Dan menyerahkan mu pada Mark, jangan gila!" Tegasnya.

Rasanya Jeno ingin marah dengan ucapan Haechan barusan, jika saja yang bersangkutan langsung menunduk dan memasang wajah sesal. Apa yang diinginkan Haechan adalah memperalatnya agar dia bisa bersama Jaemin. Tapi tahukah Haechan siapa yang dihadapi itu? Bukan sekedar bos narkotika melainkan ada rahasia besar yang berusaha Jeno ulik nantinya.

"Yasudah, maaf karena merepotkanmu." Cicitnya kemudian.

"Tidak apa-apa. Aku sudah menelpon Kak Jaehyun untuk segera menjemputmu di stasiun nanti."

"Oh... orang sibuk itu akhirnya pulang?"

"Ayahmu tidak akan macam-macam selagi ada Kak Jaehyun, kan?"

Benar. Seandainya Jaehyun bukan orang sibuk dan selalu di rumah menemaninya, Haechan pun tidak perlu main kabur-kaburan seperti ini. Dominasi Jaehyun begitu lekat bahkan pada keluarga besarnya. Mereka akan menurut pada apa yang Jaehyun ucapkan.

Tak lama setelah itu bunyi pengumuman bahwa kereta tujuan akan segera diberangkatkan. Jeno lekas memeluk saudara sepupunya itu erat. Walau jarak bukan hambatan, tampaknya akan terasa aneh saja saat nanti ia kembali ke apartemen suara cerewet itu tidak ia temukan. Mau bagaimana lagi, ini semua dilakukan memang demi kebaikan Haechan.

"Aku akan tetap menelponmu terus-terusan, jika kau me-reject nya, kupastikan aku akan kembali lagi ke tempat ini." Ancamnya.

"Baiklah, aku akan memprioritaskan panggilanmu dari pada, hei mengapa menangis?" Jeno merengkuh kedua sisi wajahnya. Melihat anak itu yang tidak tahu malunya justru menyedot ingus walau dengan mata yang memerah.

ANIMAL - NOMIN MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang