Na Jaemin sempat berpikir melenyapkan dirinya sendiri dengan mengonsumsi sejenis psikontropika hingga dirinya overdosis. Setidaknya itulah cara mati terbaik yang dipikirnya dari pada menggantungkan hidup pada bajingan brengsek yang ia sebut kakaknya.
Kelahiran bukanlah salah satu hal yang diinginkannya. Ia bahkan tidak tahu siapa ayah dan ibu kandungnya sebenarnya. Karena yang ia tahu ada sepasang suami istri yang menyanyanginya begitu tulus. Mereka yang selalu membuatkan sarapan kemudian mengantarkan ia berangkat sekolah hingga pintu depan, merawat saat dirinya sakit atau mengajaknya liburan setiap akhir pekan. Tak ada alasan bagaimana masa kecilnya begitu sempurna sampai tibalah dia melihat kedua orang itu tergolek bersimbah darah dengan luka diperutnya karena tusukan seorang pemuda.
Usianya masih delapan tahun saat itu, dan Jaemin sudah merasa bahwa dunianya tak lagi sama. Seorang pemuda yang bernama Mark itu mengaku kakak kandungnya lantas membawanya kabur. Mereka menelusuri jalan, beberapa kali berganti transportasi darat hingga laut hingga sampailah keduanya di kota kecil ini.
Sendirian dan bersama orang asing. Bagaimana Jaemin kecil tak menahan tangis atas ketakutannya. Mark sudah menceritakan semuanya, perihal bagaimana dia diadopsi oleh orang tua yang bukan sebenarnya, tapi selama mereka baik merawatnya, berhak kah Mark menghabisinya?
Dibutuhkan waktu yang lumayan lama untuk Jaemin beradaptasi. Mereka tinggal berdua di apartemen kecil dan kesehariannya digunakan Jaemin kecil untuk mengurung diri di kamar. Tapi Mark yang tidak menyerah selalu memberikan adiknya perhatian dan kasih sayangnya berlimpah. Mark akan selalu membuatkannya sarapan, lalu izin bekerja. Pada waktu siang dia akan kembali hanya untuk menemani adiknya makan siang. Saat Jaemin bosan dengan acara TV, dia tak segan mengajak adiknya jalan-jalan, memberikan segala sesuatu sesuai keinginannya.
Mark juga mendaftarkan Jaemin sekolah. Bertindak sebagai orang tua sekaligus wali yang baik. Hubungan yang bisa dikatakan sibling goals, karena Mark benar-benar mengayominya.
Sampai pada suatu malam yang merubah segalanya.
Berawal dia yang menanyakan kabar kakaknya, "dimana?" Dan mendapat balasan, "kakak akan pulang malam tidurlah dulu." Jaemin pun menurut, menutup pintu kamarnya dan segera menuju ke alam mimpi. Sampai pada saat dia merasakan sentuhan pada tubuhnya. Sesuatu yang basah seakan menjilati bagian dari kulitnya. Jaemin terbangun, terkejut bagaimana kakaknya justru melakukan hal itu. Katakanlah dia baru masuk sekolah menengah pertama, dan Jaemin cukup mengerti bahwa tindakan ini termasuk dalam kategori pelecehan.
Berkali-kali dirinya menggeleng. Dia terisak memohon kakaknya untuk berhenti. Bagai menulikan telinganya yang ada Mark justru semakin gencar merobek celana dalamnya dan memasukkan miliknya dalam sekali hentakan. Cairan darah itu menetes, membekas pada kasurnya. Jaemin sontak menjerit, berteriak dengan teriakan hebatnya namun Sang kakak justru tidak memberhentikan hujamannya.
Alih-alih dalam pengaruh alkohol tapi Mark tetap sadar atas apa yang dilakukannya sekaligus menikmatinya. Beginikah rasanya mencicipi lubang perawan. Lubang seorang di bawah umur yang masih sedarah dengannya. Dalam pelepasannya Mark seolah tak peduli dengan tubuh yang tergolek pingsan di bawahnya. Ia justru ikut membaringkan tubuh di sisinya tertidur sambil memeluknya erat.
Biadap. Dalam kesakitannya, Mark sama sekali tak menaruh rasa kasihan apalagi penyesalan. Karena keesokan harinya dia justru melakukannya lagi, lagi dan lagi.
****
Terkadang Jaemin sempat berpikir Mark adalah kakak yang baik terlepas dari nafsu iblisnya. Mark membantunya mengerjakan tugas, walau sejatinya ia putus sekolah namun masih bisa diajak berdiskusi terkait issue-issue sekitar. Mark juga akan membelikan apapun yang Jaemin inginkan, dari dulu hingga sekarang tak ada yang berubah menjadikan adiknya prioritas. Lalu di waktu luang Mark juga akan memainkan gitarnya, menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur untuk Jaemin. Dari segalah tindakan romantis itu apakah wajar jika Jaemin masih baik-baik saja?
Nyatanya dia juga sempat terjebak di jalan yang salah. Jatuh cinta pada kakaknya sendiri. Membuat Jaemin tak masalah ketika Mark meminta tubuhnya sebagai balasan. Kadang Jaemin melayaninya dengan suka rela, penuh cinta dan kasih sayang. Sayangnya Mark tidak pernah cukup dengan satu teman tidur.
Walau mengaku Jaemin adalah candunya, Mark toh masih tetap pergi ke club, minum-minum dan menuntaskan hasratnya di sana. Hal yang membuat Jaemin merasa getir karena merasa disamakan dengan pelacur-pelacur itu. Dalam pemberontakannya, Jaemin pernah melakukan aksi gilanya dengan mendatangi club itu. Memilih laki-laki yang terlihat seumuran dan mengajaknya ciuman di depan Mark sendiri.
Sebuah aksi nekat yang langsung membuatnya trauma karena setelah itu Mark menyeretnya pulang dan memperkosanya dengan beringas. Bukan hanya itu, tubuhnya bahkan mengalami luka-luka karena bara rokok yang di arahkan ke kulitnya. Tangannya diborgol, bibir diciumi hingga berdarah. Ini adalah yang terparah dari kemarahan kakaknya hingga membuat Jaemin merasa tidak tahan lagi.
Dengan tubuh letih dan berdarah-darah, ia memaksakan langkah kakinya berjalan ke kantor polisi. Berpikir bahwa kakaknya bisa ditangkap dengan kasus penganiayaan. Selepas pelaporan, ia pun disuruh duduk dan menunggu. Tanpa mengirah bahwa polisi itu nyatanya menelpon seseorang untuk menjemputnya. Dan lagi-lagi membuatnya terjebak dengan orang yang sama lagi.
Sadarkah bahwa hidup Jaemin sudah diserahkan? Bagaikan ditawan kakaknya sendiri, Jaemin telah kehilangan hak kebebasan untuk hidupnya. Terlebih saat dirinya tahu bahwa kakaknya ternyata seorang sindikat mafia terbesar kota ini. Semakin posesif Mark tidak mengizinkan Jaemin berteman dengan siapa pun. Sempat mengurungnya di rumah dan menjadi budak nafsunya namun hal itu baru-baru ini dia urungkan karena melihat banyaknya sayatan di pergelangan tangan Jaemin.
Bagaimana dia tidak senfrustasi itu karena Mark tidak memperlakukan dirinya bukan sebagai manusia melainkan samsak biologisnya. Atas saran Renjun, –seorang dokter sekaligus kekasih Lucas, Mark pun pada akhirnya mengizinkan Jaemin bersekolah lagi. Walau pertemanannya kian dibatasi dan Mark semakin tidak terkendali dalam memintah 'jatahnya'. Jaemin masih baik-baik saja.
Kini adakalahnya Jaemin memutuskan berhenti berharap. Bukan karena tak percaya takdir baik itu ada, melainkan dia tampak terlalu lelah untuk melarikan diri.
Mark telah memiliki hidupnya bahkan tubuhnya. Sekilas tidak ada yang tersisa dari keduanya bahkan harga dirinya sekalian. Sampai seseorang mengatakan sesuatu yang mustahil. Seseorang yang tak dikenal mendekatinya dengan nada yang berbisik.
"Aku akan menolongmu."
Begitulah kalimat sederhana yang baru ia dengar selama sepuluh tahun terakhir. Karenalah dia satu-satunya manusia yang sanggup mengatakan itu dari banyaknya manusia yang memilih tidak ikut campur tentang keadaannya. Tatapannya teduh dengan sorot mata yang hangat dan bibir yang tersenyum menenangkan. Semua itu hanya bisa Jaemin perhatikan lewat balkon jendela. Sesekali mata mereka bertemu seolah menyapaikan telepati dari sanubari masing-masing. Tentang bagimana Jaemin memadangnya,
Dia seperti pohon pada pasir yang gersang.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
ANIMAL - NOMIN MARKMIN
FanfictionThe Panther adalah sindikat perdagangan narkoba yang diketuai oleh Mark dengan beberapa antek-anteknya. Selama ini dia menjalani kehidupan selayaknya binatang: merusak, membuat kekacauanbahkan terparah menggumuli adiknya sendiri, -Jaemin. Sampai ia...