"Wow." Hanya itu kata yang mampu terucap saat Enzo membuka buku yang penuh akan lirik lagu serta coretan-coretan Kiki. Ia tak menyangka Kiki tetap menulis lagu-lagu baru dalam 2 tahun kemarin.
"Gue mau 10 lagu di album ini." Kiki menunjuk track list di lembar paling pertama. "Buat track satu sampai sembilan gue udah yakin sama liriknya. Tapi gue masih ragu sama yang terakhir," ungkap Kiki.
"Nggak masalah. Gue bakal panggil Bang Mahesa buat nyelesaiin." Enzo menyebutkan produser eksekutif dari Wee Entertainment, label rekaman yang menaungi Kiki. Namun, Kiki menggeleng kecil sebagai balasan.
"Lagu terakhir ini ... mau gue dedikasiin buat seseorang, Zo. Dan gue mau nyelesaiin album ini sendirian. Bang Mahesa bisa mulai bantu gue nanti di proses recording aja." Kiki berucap tegas.
Kiki memang pemuda keras kepala yang menyebalkan. Tingkahnya terkadang jahil yang membuat Enzo seringkali menjadi sasaran satu-satunya karena ia orang terdekatnya.
Tetapi lelaki bermata biru itu selalu bersungguh-sungguh dengan lagunya. Bagi Kiki, lagu adalah caranya berkomunikasi dengan dunia. Enzo masih ingat saat ia secara tak sengaja mendengar lagu buatan Kiki semasa SMA dari ponselnya.
He's a true musician, indeed.
Alasan mengapa banyak orang menyukai lagunya adalah karena suara Kiki selalu memberikan emosi kuat di dalam lagunya.
"Oke kalau gitu kita skip dulu yang nomer sepuluh ya. Mana yang mau lo jadiin title track?" tanya Enzo. "Gue suka sama yang nomer 5 sih, Ki. Konsepnya cocok buat MV juga." Enzo memberikan pendapatnya.
"Gue—"
Cklek!
Pintu ruang rekaman terbuka begitu saja, memotong ucapan Kiki. Masuklah dua lelaki yang umurnya setahun di atas Kiki dan Enzo.
"Lah, beneran balik lo?" tanya yang berambut hitam dengan tindik di telinganya. "Mending nggak usah balik sekalian. Semua fans lo udah pindah ke gue kali, Ki."
Kiki tertawa.
"Sialan lo," umpatnya. "Lo emang ini mau rekaman lagu baru, Sho?"
"Enggak. Gue bosen aja di rumah, terus kata Toro lo mau comeback, ya udah gue ke sini mau bantuin." Sho melirik lelaki berambut hijau di sebelahnya. "Eh di jalan malah ketemu dia."
"Bantu ngerusuhin maksud lo?"
Sho tersenyum jahil.
"Mas Toro ngapain ke sini juga?" tanya Kiki heran. Melihat Toro yang seharusnya ada di ruang pimpinan Wee Entertainment justru mendatanginya begini. "Gue udah bilang ke Enzo buat ngabarin media, jadi harusnya sekarang udah dipublish."
"Lo panggil dia Mas, tapi kenapa ke gue enggak?" sahut Sho tak terima.
"Nggak cocok, Sho. Kelakuan lo terlalu menjijikkan buat dipanggil Mas." Enzo menimpali yang mengundang gelak tawa di ruang rekaman itu, kecuali Sho tentunya.
Dulu Sho dan Toro adalah kakak kelas di SMA. Namun, mereka baru benar-benar berkenalan justru saat sudah lulus. Kiki yang sedang mengambil job part-timernya yaitu mengisi live music di kafe, bertemu dengan Sho dan Toro. Toro yang saat itu sedang memulai labelnya mengajak Kiki bergabung sebagai artisnya.
"Gue penasaran aja sama diskusi kalian," jawab Toro tenang. Ia kemudian mendudukkan diri di seberang Kiki dan Enzo. Sho mengikuti di sebelahnya. "Lanjutin coba. Gue juga mau denger ide lo kali ini."
"Oke, jadi gue mau ada 10 lagu di album gue. Tapi, 1 di antaranya belum fix. Dan lagu ini yang mau gue jadiin title tracknya." Kiki menjelaskannya secara singkat. "Gue mau buat project kolaborasi sama ilustrator Amu juga."
"Kolaborasinya gimana?" tanya Sho, tampak tertarik. "Dia yang bakal buat cover album lo?"
"Nggak cuma itu. Seluruh gambar di album gue cuma bakal berasal dari dia. Gue mau buat kayak sejenis komik gitu yang isinya garis besar album ini. Karena gue emang buat tiap lagu berhubungan sama yang lainnya, jadi nggak bakal susah."
"Tapi, Ki, dia bukannya tertutup banget? Lo bisa ngecontact dia emangnya?" Toro menyedekapkan kedua tangannya. "Gue sih nggak masalah, karena gambar dia emang bagus-bagus. Dan karyanya lagi terkenal juga sekarang, jadi kita saling menguntungkan.
"Soal itu gue udah dapet solusinya," sahut Enzo. "Ternyata istri gue temenan sama Amu. Gue kaget waktu semalem dia bilang."
Senyum Kiki terlukis begitu saja.
"Serius?"
"Iya, Ki. Tapi dia mau minta persetujuan dulu sama Amu buat ngasih kontaknya ke gue. Kata dia, Amu tuh bener-bener jaga privasinya," jelas Enzo. "Jadi ya buat sekarang kita cuma bisa nunggu."
"Gue sampe lupa lo udah punya istri," kata Sho. "Nggak pernah lo ajak main ke sini lagi."
"Terakhir kali gue bawa ke sini, ada satu playboy yang coba-coba ngeflirt ke dia sih," sindir Enzo.
Sho terkekeh.
"Ya sorry, mana gue tau kalo Upi tuh istri lo."
"Mau istri gue atau bukan, harusnya emang lo nggak coba-coba baperin cewek kalau abis itu mau mainin dia doang," tukas Enzo sinis. Ia masih kesal lantaran saat pertama kali mengajak Upi ke agensi dan meninggalkannya sebentar di lobi, Sho justru datang dan mengajaknya makan siang. Saat itu juga adalah kali pertama dan terakhir Upi menginjakkan kaki di gedung Wee Entertainment.
"Tapi kok Upi bisa kenal sih?" tanya Toro.
"Temen kuliah, katanya," jawab Enzo. "Gue bersyukur banget langsung cerita ke dia tadi malem. Kalau enggak, gue harus nyari ke mana coba? Ngerepotin emang ni orang."
"Makanya kan mending lo resign aja dari manajer Kiki terus jadi produser aja. Lo tuh dulu ditawarin Toro malah nolak. Padahal honor produser jauh lebih gede daripada manajer."
"Nggak ah, males," tolak Enzo langsung.
Sho mencibir.
"Aneh lo."
"Nggak papa aneh yang penting istri gue sayang."
Kiki refleks menendang Enzo begitu saja.
"SAKIT ANJER."
"Udah lo keluar aja sana, Zo. Nggak lihat noh di pintu depan ada tulisan 'Bulol dilarang masuk'."
"Bulol apaan?"
"Bucin tolol," cerca Sho. "Udah budak cinta, tolol lagi."
Kali ini Sho yang menjadi korban tendangan Enzo.
[•]
author note:
asiq akhirnya cowo cowoku udah muncul semuaaa (-kak mahesa)
next, ciwi ciwinya kali ya? 👀
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...