Amu tak dapat menahan decak kagumnya sejak ia memasuki ballroom resepsi pernikahan Toro dan Umami beberapa saat lalu. Lampu-lampu kecil tersebar memancarkan cahaya kuning hangat. Sementara di tengah langit-langit ruangan terdapat chandelier, memberikan kesan megah sekaligus mewah.
Untungnya acara ini bersifat tertutup sehingga Amu bisa duduk di dekat Kiki tanpa takut disorot oleh wartawan. Gadis itu menyuapkan es krimnya sembari mengedarkan pandangan untuk memperhatikan sosok-sosok yang biasa Amu lihat di televisi atau media massa.
"Lihat apa kamu?" Pertanyaan yang datang berupa bisikan dari samping kanannya itu memecahkan lamunan Amu begitu saja.
"Ini pertama kalinya aku lihat orang-orang itu secara langsung," balas Amu turut berbisik.
Kiki mengikuti arah pandang Amu dan mengangguk mengerti. Karena pernikahan ini menyatukan kedua perusahaan besar, maka tak heran tamu yang diundang adalah para pemegang perusahaan lainnya pula.
"Bisa nggak ya pas aku nikah nanti interior ruangannya kayak gini? Classy banget, aku suka," gumam Amu.
"Bisa, kamu atur aja. Pokoknya aku ngikut yang kamu mau," sahut Kiki. Amu menoleh cepat, tak menyangka Kiki akan mendengarnya.
"Diem deh, aku nggak ngomong sama kamu!"
Kiki tersenyum geli, mengamati gadis mungil di sebelahnya ini yang terlihat begitu cantik dengan dress lengan panjang dan pashmina berwarna peach. Kali ini Amu juga sedikit menyapukan make up untuk menegaskan fitur wajahnya.
"Jangan lihatin aku terus," tegur Amu karena Kiki tak juga mengalihkan tatapan darinya.
"Makanya jangan cantik-cantik kalau dandan."
"Daripada kamu gombal-gombel gitu mending ambil makan sana. Emang kamu nggak laper apa?"
Resepsi pernikahan ini memang menyediakan makanan dalam bentuk prasmanan. Amu sih tadi sudah makan di rumah, jadi ia hanya ingin menikmati dessertnya saja.
"Laper sih, tapi aku nunggu Upi aja biar nggak double porsinya," jawab Kiki.
Beberapa hari lalu Upi memang punya tingkah ajaib baru dengan memanggil Kiki ke rumah hanya untuk mengambil sebagian porsi makannya. Katanya ia tak bisa makan kalau Kiki tidak ikut makan. Enzo hanya bisa geleng-geleng kepala karena makin ke sini ia makin tak bisa memprediksi permintaan istrinya itu.
"Mereka udah di jalan?"
"Nggak tahu, Enzo belum ngabarin lagi," kata Kiki. "Eh, itu Sho." Amu menoleh ke pintu masuk ballroom sementara Kiki mengangkat dan melambaikan tangannya. Sho yang menyadari itu pun mendekati meja Kiki dan Amu setelah mengisi buku tamu.
"Gue kira gue udah telat," ucap Sho sembari mengambil tempat di sebelah kanan Kiki, berseberangan dengan Amu. "Kesiangan gue gara-gara semalem begadang nyelesaiin lirik."
"Terus udah selesai?"
"Belum." Sho menggeleng. "Pusing gue, Ki. Pensiun aja kali ya?" celetuknya asal.
"Iya, pensiun aja. Habis ini kan Mas Toro pasti bakal fokus di perusahaan ayahnya. Jadi kemungkinan besar lo yang gantiin Mas Toro buat ngurus Wee Entertainment," ujar Kiki membuat Sho melebarkan matanya.
"Lah iya juga," kata Sho, tersadar akan fakta yang seringkali dihindarinya saat sedang bersama Toro. "Gue males banget, anjir lah. Nggak ada orang lain apa?"
"Mas Toro nggak mungkin nyerahin agensi yang dia bangun susah payah ke orang selain lo."
Bagaimanapun juga, Sho memang memiliki andil besar dalam kejayaan Wee Entertainment sekarang. Sejak awal, ia yang membersamai Toro untuk merekrut orang-orang berpotensi seperti Kiki, Frei, dan lainnya. Maka Kiki yakin saat rapat bersama investor nanti, mereka pun tak akan protes apabila kepemimpinan selanjutnya jatuh di tangan Sho.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...