Extra Part 3 | Sho [LAST]

289 35 6
                                    

song to play in this chapter:
oceans & engines - niki 🎶

[•]

"Lo kelihatan menyedihkan tau nggak?" Sho menatap malas gadis berambut putih yang berdiri di hadapannya sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Padahal gue liat Mas Toro ngurus merger dua perusahaan kelihatan seger aja, lah lo baru ngurus sebiji agensi udah mengenaskan gini."

"Ya iya seger orang dia ada istri yang nemenin!" balas Sho sewot.

Frei tertawa mendengarnya.

"Makanya buruan cari jodoh," ledek Frei seraya mengempaskan tubuhnya ke sofa. "Lo tuh ibaratnya sebar umpan ke mana-mana tapi nggak ada yang kepancing tau nggak?"

"Dih ngaca woi, pujaan hati lo noh baru nikah. Apa kabar hati lo? Remuk ya? Kasiaaan." Sho balas mengejek. "Buat apa naksir bertahun-tahun kalo akhirnya ketikung," cibirnya tak tanggung-tanggung.

Frei meraih bantal sofa terdekat, berencana melemparnya saat ancaman Sho terdengar, "Berani lo lempar bantal itu, gue coret nama lo dari agensi."

"Gue bisa laporin lo atas penyalahgunaan kekuasaan!" ancam Frei balik.

Sho langsung menegakkan tubuhnya.

"Iya, please, laporin aja. Biar gue bisa bebas dari posisi ini," pinta Sho yang terdengar begitu frustrasi. "Mending gue pusing buat lagu dibanding ngurus agensi."

Memang seseorang tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya sampai ia benar-benar ada di posisi tersebut. Contohnya adalah Sho yang dulu selalu mengeluh kepada Toro tentang betapa sulitnya membuat lagu lalu dilanjutkan dengan, "Mending gue gantiin lo aja gimana? Seru kayaknya duduk-duduk doang di ruangan."

Sekarang saat Sho benar-benar 'duduk-duduk doang di ruangan', ia ingin kembali ke masa lalu untuk menampar mulutnya yang asal bicara.

"Busuk banget itu investor-investor banyak mau, udah gue tawarin berbagai alternatif masih nggak terima. Pada nggak bisa kompromi semua anying," keluh Sho disertai umpatan. "Sebelumnya mereka pada segan sama Toro, giliran ganti ke gue langsung ngelunjak."

"Well, apa yang lo harepin dari pebisnis sih? Nggak heran kalau mereka berusaha buat deal yang bisa ngasih keuntungan maksimal," ucap Frei. "Emang di situ peran lo sebagai leader diuji. Tunjukin kemampuan negosiasi lo biar mereka tunduk. Harusnya nggak susah lah, lo kan manipulatif." Tentu saja tidak akan lengkap bila berbicara pada Sho tanpa menghujatnya.

Sho berdecak singkat. Tatapannya terarah pada kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Kalau saja ia tak ingat betapa keras usahanya dengan Toro dalam mendirikan Wee Entertainment, ia tentu akan memilih untuk kabur dan bersembunyi. Namun agensi ini bukanlah sesuatu yang bisa ia tinggalkan begitu saja.

Wee Entertainment adalah bentuk pembuktian diri, baik bagi Sho maupun Toro.

Toro yang ingin membuktikan kepiawaiannya dalam berbisnis tanpa campur tangan keluarga, juga Sho yang ingin menunjukkan pada wanita kesayangannya bahwa ia bisa sukses di bidang yang disukainya.

Oke, Sho memang seringkali mengeluh mengenai buntunya otak saat memproduksi lagu, tapi lelaki itu selalu menikmati tiap kali ia memetik senar gitarnya. Saat Sho bersenandung, mencari nada-nada yang tepat untuk ia perdengarkan pada dunia.

"Woi!" Lamunan Sho terpecah begitu saja saat Frei tiba-tiba sudah menepuk kedua tangan tepat di hadapannya. Raut terkejut Sho membuat gadis itu tertawa kencang. Sho berdecak singkat lalu bangkit dari kursi dan mendorong-dorong Frei untuk keluar dari ruangannya.

TAOKI [WEE!!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang