"Maaf aku telat datang," ucap Toro sesaat setelah mendudukkan diri di seberang Umami. "Udah nunggu lama?"
"Nggak juga. Lebih lama mobil kamu yang parkir di sana." Umami melemparkan pandangannya ke arah yang dimaksud, membuat Toro meringis akibat aksi pura-pura terlambatnya ketahuan begitu saja. "Aku nggak mau basa-basi, jawabanku masih sama. Aku nggak mau nikah sama kamu, jadi kamu harus cari cara buat batalin perjodohan ini," tegasnya.
Umami itu ... bagaimana menerangkannya ya? Gadis itu selalu mengangkat dagunya dengan sorot mata yang lurus, tak gentar menatap lawan bicaranya. Raut wajahnya pun selalu tak dapat ditebak hingga Toro seringkali bertanya-tanya apa isi kepala Umami.
"Kenapa?" Dari sekian jawaban yang bisa ia berikan, Toro justru melempar pertanyaan yang membuat Umami mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa Kak Umami nggak mau nikah sama saya?"
"Kamu lebih muda dari aku, Toro. Mana mungkin aku bisa anggap kamu jadi suami aku nantinya?"
"Bisa kok," sahut Toro. "Gimana kalau kita coba dulu? Kita lihat apa nanti saya bisa jadi sosok suami buat Kak Umami atau enggak?"
Umami berusaha mencari keraguan dalam iris mata Toro, namun nihil. Hanya ada keseriusan di sana.
"Menikah itu bukan candaan, Toro. Kamu pantas dapat istri yang cinta sama kamu, bukannya istri yang terpaksa nikah cuma karena kepentingan perusahaan."
Toro mengangguk-angguk mengerti.
"Saya juga nggak bercanda kok. Saya nggak masalah kalau Kak Umami belum sayang sama saya." Toro tersenyum sekilas. "Yes, I deserve someone who love me for who I am. Tapi kalau yang saya mau Kak Umami gimana?"
"You're crazy." Umami berdecak. "Aku nggak akan pernah jatuh cinta sama kamu." Kali ini gadis itu terang-terangan menunjukkan raut tidak sukanya pada Toro.
"Wanna bet?"
"No, thanks. Aku nggak berminat main-main sama anak kecil."
"Anak kecil? Jarak kita cuma dua tahun, Umami." Toro tertawa pelan saat menyaksikan raut Umami yang tak terima begitu ia menghilangkan panggilan hormatnya. "Bercanda, Kak."
Kenapa ... rasanya menyenangkan ya?
"Atau Kak Umami takut kalah karena jatuh cinta sama saya?"
Toro tahu gadis berjilbab biru muda di hadapannya ini tak pernah suka diremehkan. Maka dari itu saat Umami membalas dengan, "Okay, let's get married then. I'll show you the proof." Toro menundukkan kepalanya, diam-diam mengulas senyum kecil.
Gotcha.
[•]
"SURPRISEEE!! Lihat siapa yang da—WHAAAAAT?! AMU LO NGAPAIN DI SINI?!"
Mata Upi membulat begitu melihat sahabatnya itu duduk manis di sofa dengan ibunya. Amu pun tak kalah terkejut, ia refleks berdiri dan mendatangi Upi.
"Kamu tuh masuk bukannya salam malah teriak-teriak," omel Mama sembari beranjak dan mendekati putri satu-satunya itu. "Ngapain pulang? Katanya mau ngedate."
Upi mengerucutkan bibirnya.
"Oh gitu? Mami nggak suka aku pulang? Ok fine, kehadiranku emang nggak pernah dihargai—" Narasi dramatis itu dihentikan oleh Enzo yang tiba-tiba datang dan membekap mulut istrinya dengan tangan kanan.
"Assalaamu'alaikum, Mi. Sehat kan? Ini Enzo sama Upi bawain pizza." Enzo mengangkat kardus di tangan kirinya.
"Wa'alaikumussalaam, Ganteng. Alhamdulillah sehat dong. Kamu kelihatan capek banget, pasti gara-gara ngurusin Upi terus ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...