Ada hari di mana seseorang bangun dengan perasaan bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk berbuat kebaikan di dunia. Namun, terkadang juga ada saat di mana seseorang bangun dengan perasaan buruk dan enggan hidup. Bagi Kiki, 23 Februari adalah waktunya. Setelah melaksanakan shalat subuh, ia langsung menghubungi si manajer.
"Hm?" Enzo terdengar masih mengumpulkan nyawanya di seberang sana.
"Hari ini lo nggak usah ke agensi, gue mau istirahat. Dan nggak usah hubungin gue juga, gue bakal baik-baik aja." Tanpa menunggu jawaban Enzo, Kiki langsung mematikan panggilan. Jarinya bergerak untuk mengaktifkan mode pesawat dan don't disturb. Ia benar-benar sedang tidak mau berkomunikasi dengan siapapun.
Rasanya mau seberapa besar usaha untuk melupakan, Kiki selalu tertarik lagi ke dalam jurang penyesalan ini. Seakan tak ada habisnya.
"Taoki ya? Wah, ternyata kamu lebih ganteng daripada yang di foto. Aku panggil Dek Taoki aja kali ya? Kamu dua tahun lebih muda kan?"
"Kiki. Panggilnya Kiki aja."
"Hmm ... oke, Kiki. Panggil aku Ayi deh kalo gitu. Mohon bantuannya ya buat beberapa bulan ke depan."
Memori-memori yang dulunya terasa begitu menyenangkan, kini timbul kembali untuk menghunjamnya dalam rasa sakit tak berkesudahan.
"Ki, sini deh. Coba kita latihan yang adegan ini. Aku masih belum yakin karena harus nampar kamu nanti."
"Nih, Ki, makan bubur ayamnya sama Enzo. Aku tadi beli kebanyakan ternyata. Wajib dihabisin ya! Nggak boleh buang-buang makanan!"
"Ki, kamu tuh sakit! Nggak usah keras kepala! Duduk di situ biar aku yang bilang ke Pak Puji kamu nggak bisa shooting hari ini!"
"Hm? Nggak, nggak papa. Tadi cuma telepon dari rumah, ada masalah dikit."
"Aku nggak papa, Ki. Cuma agak kecapekan aja akhir-akhir ini. Maaf ya bikin kamu khawatir."
"Stop it, Taoki! Bisa nggak sih kamu nggak ikut campur sama masalah-masalah aku?! Kamu kira kamu siapa?!"
"Maaf ... maafin aku."
Seperti tayangan film, permintaan maaf itu terpatri kuat sebagai akhir dalam kisah yang berusaha ia pendam. Siapa yang bilang waktu dapat menyembuhkan luka? Karena nyatanya hingga sekarang Kiki hanya berpura-pura untuk sembuh. Luka itu masih menganga walaupun Kiki mencoba menjahitnya berulang kali.
I miss you, Kak. I really do.
[•]
Amu memperhatikan layar televisi di supermarket yang menampilkan sesosok gadis cantik bertubuh semampai dengan rambut hitam panjang sepunggungnya. Ia sedang mengantre di kasir untuk membayar belanjaan bulanannya.
"Auliya Renjana," gumamnya membaca nama si perempuan yang sepertinya sudah tidak asing lagi bagi penduduk negeri ini.
Kematiannya yang mendadak sangat menghebohkan dunia hiburan tanah air 3 tahun lalu. Pasalnya, wanita yang merupakan aktris cilik itu sedang berada di puncak popularitasnya kala itu. Saat penghargaan akhir tahun pun ia masuk ke dalam nominasi 'Best Actress of The Year' dan berhasil memenangkannya. Namun, siapa sangka 2 bulan setelahnya ia justru mengakhiri hidupnya sendiri?
"Mbak." Teguran dari kasir memecahkan lamunan Amu. Perempuan berjilbab hitam itu mengerjap dan mendorong trolinya kemudian.
Ponsel di saku jaketnya bergetar. Amu mengintip sekilas, rupanya telepon dari Upi. Mengingat ia masih berada di supermarket, Amu pun baru mengangkatnya saat ia sudah berada di dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...